KPR Masih Jadi Tumpuan Bisnis Perbankan

Bisnis.com,18 Okt 2019, 09:53 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
KPR/uangteman.com

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia menyebutkan bahwa kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi tumpuan penyaluran pembiayaan perbankan kendati mengalami perlambatan kinerja dalam beberapa bulan.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Retno Ponco Windarti mengatakan bahwa di tengah permintaan yang terus menurun, statistik penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) sebenarnya selalu di atas rerata industri. Perannya, sebagai penggerak ratusan industri lainnya juga membuat Bank Sentral selalu menaruh fokus utama dalam hal mendorong pertumbuhannya.

Jika ditilik berdasarkan Analisis Uang Beredar Bank Indonesia (BI), penyaluran KPR hingga Agustus 2019 tumbuh tumbuh 11,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp494,9 triliun. Peningkatan ini memang lebih lambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, karena pada Juli tumbuh 12,3% yoy.

Perlambatan penyaluran KPR pada Agustus 2019 melanjutkan tren sejak awal tahun. Sebagai catatan, pada akhir semester I/2019 penyaluran KPR tumbuh 12,27% yoy. Nilai itu lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan KPR setahun sebelumnya yang mencapai 13,07%.

Namun, jika dibandingkan dengan kredit total secara industri 8,6% yoy per Agustus 2019, KPR memang masih terbilang lebih tinggi. Begitu pula jika dibandingkan dengan kredit konsumsi industri yang tercatat hanya tumbuh 7% yoy per Agustus 2019.

"Jadi sama juga dengan kredit kan tahun lalu kan 12%, nah KPR masih di atas itu. KPR ini lebih pada indikator. Itu lah makanya BI concern kepada properti karena dengan industri bergerak maka konsumsi juga akan mengikuti," katanya, Kamis (17/10/2019).

Retno mengemukakan, secara keseluruhan rasio pemberian kredit terhadap agunan (loan to value/LTV) telah dilonggarkan untuk menyentuh seluruh segmen. Adapun untuk segmen masing-masing dan penanganan selanjutnya akan tergantung dan diserahkan pada manajemen risiko masing-masing perbankan.

Alhasil, jika bank merasa nasabah sudah benar-benar terjamin kemampuannya, maka tanpa uang muka pun KPR sudah dapat dicairkan. Meski demikian, Retno juga menyadari akan sulit mengharapkan KPR akan tumbuh gemilang seperti tahun lalu karena sejauh ini keseluruhan industri sedang mengalami cooling down.

Namun, Retno tetap menyakini capaian penyaluran KPR pada level dua digit atau 10 persen - 11 persen masih akan dapat dicapai para perbankan.

"Biasanya properti masih likuid, makanya kami masih yakin akan growth double digit. Kebijakan penurunan suku bunga acuan juga diarahkan untuk menarik permintaan," ujarnya.

Retno menambahkan saat ini pengaruh global ternyata memang lebih signifikan dalam melakukan koreksi-koreksi hingga ke bawah. Untuk itu, yang Bank Sentral lakukan yakni mengeluarkan kebijakan countercyclical yang diharapkan dapat menahan penurunan.

Adapun sejumlah kebijakan di antaranya selain melanjutkan penurunan suku bunga acuan, dengan melonggarkan RIM dari 80% - 92% menjadi 84% - 94% dan penurunan Giro Wajib Mininum atau GWM.

"Itu rangkaian bauran yang kita ingin untuk bisa mendorong demand kredit. Kita berharap kredit bisa dijaga dan tidak lebih turun. Itu yang harus dan telah kita lakukan," ujarnya.

Sementara itu, dari dunia perbankan juga sepakat menilai KPR masih mampu menjadi penopang pertumbuhan kredit perseroan khususnya konsumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini