Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memproyeksi penyaluran kredit melalui skema sindikasi akan kembali menunjukkan pertumbuhan yang positif setelah ada kepastian pada pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah menyampaikan, perlambatan kredit sindikasi hingga September 2019 utamanya disebabkan oleh sektor infrastruktur yang memang melambat karena masa pemerintahan Jokowi-JK yang sudah hampir selesai.
Faktor lainnya, perlambatan disebabkan oleh sektor non-infrastruktur, yaitu korporasi, di mana hal ini juga sejalan dengan kucuran investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang mengalami perlambatan.
"Dari sisi infrastruktur maupun korporasi, di tengah perlambatan pertumbuhan investasi, permintaan kredit sindikasi pun turun. Tapi, ini kan sudah mau masuk ke periode kedua Presiden Jokowi, di mana periode kedua sudah dicanangkan pembangunan infrastruktur tetap dilanjutkan meski fokus ke pengembangan SDM," katanya kepada Bisnis, Kamis (17/10/2019).
Piter menilai prospek kredit sindikasi ke depan masih akan sangat besar mengingat kebutuhan sindikasi kembali meningkat, apalagi jika upaya pemerintah untuk mendorong investasi berhasil dilakukan.
"Upaya tersebut baik dari kebijakan insentif pajak, melakukan penyederhanaan izin investasi dan ketenagakerjaan, sehingga dengan kemudahan investasi, demand kredit sindikasi dari sektor infrastruktur dan non-infrastruktur akan tumbuh," tutur Piter.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Bloomberg, kredit sindikasi yang disalurkan perbankan per September 2019 tercatat sebesar US$5,94 miliar. Nilai tersebut turun 38,44% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kredit sindikasi perbankan pernah tumbuh signifikan pada 2016, yakni sebesar 138,12% yoy. Namun, pertumbuhan pembiayaan sindikasi melambat menjadi 1,8% secara tahunan di 2017 dan pada 2018, kredit sindikasi turun 8,49% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel