Bisnis.com, JAKARTA — Tingginya laju pertumbuhan simpanan berjenis deposito yang dikelola perbankan hingga Agustus 2019 disinyalir terjadi karena pengetatan likuiditas bank umum.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual mengatakan, untuk menjaga dan meningkatkan likuiditas bank mengandalkan deposito sebagai sumber penghimpunan dana. Deposito yang diandalkan ini tentunya bertenor panjang yakni 12 bulan atau lebih.
“Untuk mendorong likuiditas banyak bank andalkan deposito, mereka naikkan [suku bunga] deposito yang jangka panjang agar holding period agak lama. Karena kalau 1 bulan kan khawatirnya jika bank lain naikkan [suku bunga deposito] maka likuiditas berpindah. Kalau main di tenor panjang, harapannya holding period lebih lama,” ujar David kepada Bisnis, Senin (21/10/2019).
David juga menyoroti fenomena masih lebih tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan dana pihak ketiga (DPK). Hal ini membuat bank berusaha memangkas selisih pendanaan dan pembiayaan (loan to deposit ratio/LDR) dengan meningkatkan suku bunga deposito jangka panjang.
Sebagai catatan, hingga Agustus 2019 jumlah DPK yang dikelola bank umum tumbuh 7,61% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp5.811 triliun. Dari jumlah tersebut, 54,77% simpanan merupakan dana murah (current account saving account/CASA) dan 45,23% berasal dari deposito.
Sementara itu, pertumbuhan kredit yang disalurkan bank pada periode tersebut naik 8,60% yoy menjadi Rp5.465 triliun. Rasio LDR bank umum di periode tersebut naik 87 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 94,66%.
“Ini untuk jaga likuiditas dan menjaga supaya kondisinya tetap baik, makanya cenderung [suku bunga deposito] 12 bulan naik,” tuturnya.
Selain karena masalah likuiditas, kenaikan jumlah simpanan berjangka per Agustus 2019 juga disinyalir karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tertekan sepanjang kuartal III/2019.
Menurut David, tekanan ini membuat masyarakat dan pelaku usaha mengalihkan simpanan dari giro dan tabungan ke deposito. Hal ini dilakukan lantaran suku bunga deposito lebih tinggi, dan pelaku usaha serta masyarakat cenderung tidak banyak melakukan transaksi.
“Ini harapannya temporer saja karena memang di kuartal III/2019 ini tak ada katalis yang bisa mendorong pertumbuhan, apalagi karena masih ada ketidakpastian politik juga di kuartal III/2019,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel