Indonesia Bidik Investasi US$50 Juta dari Norwegia pada Bidang Perikanan

Bisnis.com,21 Okt 2019, 18:12 WIB
Penulis: Desyinta Nuraini
Nelayan beraktivitas di sekitar karamba budi daya ikan air tawar di Danau Rawa Pening, Desa Asinan, Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/7/2019)./ANTARA-Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan investasi US$50 juta dalam skema business to business (B to B) antara Indonesia dengan Norwegia. 

Hal ini seiring dengan meningkatnya kerja sama antarkedua negara di bidang budi daya perikanan yang berkelanjutan. 

"Yang B to B targetnya 50 juta [dolar AS] dari Norwegia saja," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto di sela-sela seminar bertajuk Sustainable Aquaculture bersama Kedutaan Besar Norwegia di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (21/10/2019).

Target investasi itu berasal dari kerja sama antara konsorsium perusahaan Indonesia yang dipimpin PT El Rose Brothers dengan perusahaan Sterner AS asal Norwegia yang diteken pada kegiatan Trade Expo Indonesia (TEI) 2019, Rabu pekan lalu. 

Perjanjian ini merintis jalan bagi investasi yang cukup signifikan dalam mengembangkan bisnis budi daya perikanan (onshore fishfarming) berbasis teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS) di Indonesia. Teknologi RAS merupakan komponen penting dalam produksi makanan yang rendah karbon dan berkelanjutan di masa mendatang.

Fasilitas berbasis teknologi RAS milik Sterner memungkinkan produksi berdasarkan jaminan kualitas, keterlacakan, dan pertumbuhan terkelola untuk menciptakan lingkungan yang nol pemborosan dan rendah karbon.

"RAS bisa tingkatkan produktivitas hingga 100 kali lipat sehingga sangat efisien. Teknologi ini yang kita akan adopted karena banyak keuntungannya, seperti termasuk peningkatan produktivitas, efisiensi, penggunaan lahan terbatas, air terbatas, dan bisa juga mengendalikan climate change," beber Slamet. 

Adapun pembangunan fasilitas RAS yang dilakukan El Rose Brothers berada di Yogyakarta dan akan dilakukan pada 2020. "Investasi mahal, tapi produktivitas tinggi sehingga beberapa tahun bisa kembali," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Lucky Leonard
Terkini