Reformasi Kemudahan Berusaha Melambat di Kawasan Asia Timur dan Pasifik

Bisnis.com,25 Okt 2019, 10:21 WIB
Penulis: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Sampul laporan Easy Doing Business World Bank 2019./Repro

Bisnis.com, JAKARTA – Negara-negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik mengalami perlambatan laju reformasi peningkatan kemudahan berusaha.

Hal tersebut merupakan hasil laporan indeks Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business/EODB) 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia pada Jumat (25/10/2019).

Secara keseluruhan, jumlah reformasi di kawasan Asia Pasifik dan Asia Timur turun sebanyak sepuluh dalam rentang waktu Mei 2018 hingga Mei 2019.

Meski demikian, lima negara dari kawasan ini termasuk dalam 25 besar negara dengan indeks kemudahan berbisnis tertinggi secara global. Kelimanya adalah Singapura yang berada pada posisi ke-2, Hong Kong (3), Malaysia (12), Taiwan (15), dan Thailand (21).

“Kemajuan yang berkelanjutan adalah kunci untuk meningkatkan iklim usaha domestik dan mendukung perusahaan swasta,” ujar Senior Manager of the World Bank's Global Indicators Group Rita Ramalho dikutip dari keterangan pers.

Negara-negara di kawasan ini memfokuskan upaya perbaikan pada dua poin dari sepuluh indikator penilaian, yakni izin konstruksi (dealing with constructions permits) dengan tujuh reformasi kebijakan serta memulai usaha (starting a business) dengan lima kebijakan.

Sementara itu, kinerja positif ditunjukkan negara-negara kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik pada indikator memperoleh kredit (getting credit), mendapatkan listrik (getting electricity), dan izin konstruksi.

Hal tersebut terbukti dari laporan Bank Dunia yang mengatakan untuk menghubungkan gudang baru dengan jaringan listrik terdekat hanya membutuhkan waktu 63 hari, 12 hari lebih sedikit bila dibandingkan dengan rata-rata negara berpenghasilan tinggi OECD.

Catatan perbaikan diberikan Bank Dunia kepada kawasan ini pada sejumlah bidang, seperti penegakan perjanjian (enforcing contracts). Penyelesaian sengjeta komersial melalui pengadilan tingkatblokal membebani rata-rata 47,2 persen dari nilai klaim, dua kali lebih besar dari rata-rata negara berpenghasilan tinggi OECD sebanyak 21,5 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini