Kenapa Harus Bank BUMN Jadi Juru Selamat Muamalat?

Bisnis.com,25 Okt 2019, 10:12 WIB
Penulis: Muhammad Khadafi & Lalu Rahadian
Karyawati Bank Muamalat melayani nasabah di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (20/2/2019)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Penyelamatan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. melalui suntikan modal investor baru belum juga menemukan titik terang. Namun, adanya nama sejumlah bank BUMN yang diisukan hendak menyuntikan modal di bank syariah pertama Tanah Air ini menimbulkan tanda tanya. Mengapa harus bank pelat merah?

Menurut pengamat BUMN Toto Pranoto, ada dua alasan penyebab bank negara harus turun tangan menyuntik modal ke Muamalat.

Pertama, pemerintah memandang penting aspek historis yang dimiliki Muamalat. Meski bukan didirikan oleh negara, sebagai bank syariah pertama, Muamalat memiliki sejarah sendiri di industri perbankan syariah.

Kedua, potensi pasar keuangan syariah masih sangat luas. Pemerintah dapat memanfaatkan potensi ini dengan menggunakan Bank Muamalat sebagai instrumennya.

Menurutnya, tingginya modal yang dibutuhkan untuk menyehatkan Muamalat mengharuskan pembentukan konsorsium bank negara, terutama oleh anak usaha bank negara di industri keuangan syariah.

Hal ini guna menyebarkan risiko yang mungkin timbul, sereta sebagai jalan untuk mendorong sinergi antaranak usaha bank pelat merah yang bergerak di industri keuangan syariah.

Bisnis mencoba mengonfirmasi perihal kemungkinan penyelamatan Bank Muamalat ke Direktur Utama BRI Sunarso. Namun, dirinya enggan memberi komentar.

Sementara itu, Direktur Keuangan BNI Ario Bimo kembali memastikan bahwa sejauh ini akuisisi Bank Muamalat tidak masuk dalam rencana ekspansi anorganik perusahaan. Saat ini, BNI tengah fokus dalam mendirikan modal ventura.

Apabila melihat kondisi permodalan, tiga dari empat bank pelat merah dalam kondisi sangat sehat. BRI dan Bank Mandiri mencatatkan rasio pemenuhan kecukupan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR) jauh di atas ketentuan, atau lebih dari 20%. Sementara itu, CAR BNI per September 2019 juga mencapai 19,33%, naik dari periode yang sama tahun lalu, 17,80%.

Pada awal tahun ini, Bank Mandiri mengatakan dengan CAR lebih dari 20%, bank memiliki ruang finansial yang sangat lebar untuk ekspansi anorganik. Perseroan memperkirakan memiliki ekses permodalan sekitar Rp30 triliun.
Sementara itu, OJK menyatakan bahwa Muamalat membutuhkan setidaknya Rp8 triliun.

Pengamat pasar modal Reza Priyambada mengatakan bahwa dengan kondisi demikian memang hanya bank pelat merah yang sejauh ini punya kemampuan untuk membantu Muamalat. Bank milik negara akan lebih mudah membentuk konsorsium untuk memenuhi kebutuhan modal penyehatan Bank Muamalat.

“Rasanya kalau Rp8 triliun itu tidak mungkin dilakukan oleh satu perusahaan saja. Apalagi, uang itu akan digunakan untuk membenahi aset bermasalah, bukan murni ekspansi usaha,” katanya.

BANYAK PIHAK BERTANYA

Namun, secara rasional akan banyak pihak yang mempertanyakan kepentingan bank pelat merah untuk menyuntik dana segar ke Muamalat. Investor dan analis membutuhkan penjelasan konkret terhadap tingkat pengembalian modal tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, pemilik saham minoritas Bank Muamalat Andre Mirza Hartawan menyambut positif bila bank pelat merah hendak membantu Muamalat.

“Kami sebagai pemegang saham tentunya senang karena BUMN memiliki dana yang jelas dan kuat, yang mungkin berbeda dengan calon investor sebelumnya.”

Pada rencana akusisi yang telah dipublikasikan kuartal II/2019, perusahaan bentukan Ilham Habibie dan SSG Capital Management Limited hendak mengakuisisi 77,1% saham baru yang akan diterbitkan Muamalat. Total saham baru tersebut senilai Rp2,2 triliun.

Kabar terakhir konsorsium belum berhasil mendapatkan restu OJK untuk melanjutkan rencana akuisisi. Konsorsium terkait aksi korporasi itu itu telah menyetor Rp2 triliun ke rekening penampung sebagai bentuk keseriusan.

LEWAT ANAK USAHA BANK BUMN

Toto melanjutkan, idealnya penyuntikan modal untuk Muamalat dilakukan anak-anak usaha bank pelat merah. Alasannya, agar sinergi antara bank syariah milik negara bisa terwujud dengan cara mereka bersama-sama menanamkan modal ke Bank Muamalat.

“Tapi harus dilihat dalam konstelasi industri syariah bank sendiri sebetulnya antara bank BUMN mana yang kira-kira dia cocok dengan bisnis yang dikembangkan dengan Muamalat. Kedua, yang dibutuhkan kan sebenarnya lebih menjadi semacam injeksi modal untuk menolong Bank Muamalat. Jadi kalau itu hanya ditolong satu bank saja mungkin berat,” ujarnya.

Jika penyelamatan Muamalat oleh bank syariah milik negara terwujud, Toto mengingatkan agar ada syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati para investor dengan pihak Bank Muamalat nantinya.

Term and condition ini dibutuhkan untuk menjamin sehatnya investasi yang akan diberikan ke bank syariah tertua di Indonesia. Tak hanya itu, kesepakatan tertulis juga penting agar nantinya investasi yang diberikan ke Muamalat bersifat produktif.

“Kemudian, kalau sudah akan lakukan itu juga terbuka opsi lain yakni menambah investor yang lain di luar bank pemerintah yang syariah,” ujarnya.

Menurut Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia ini, bank-bank pelat merah harusnya juga merangkul investor strategis lain untuk bersama menanamkan modal ke Bank Muamalat. Investor strategis yang ia maksud bisa berasal dari dalam pun luar negeri.

“Jadi untuk minimalisir risiko sebaiknya selain konsorsium BUMN juga ada strategic investor lain yang ditawarkan. [Kalau hanya bank BUMN] mungkin kekuatan ekuitasnya dipertanyakan cukup atau nggak sehingga diperlukan “sharing” dengan investor lain,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini