Ini Penyebab Industri Polyester Indonesia Kalah Saing dengan China

Bisnis.com,30 Okt 2019, 18:14 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, BANDUNG - Kecanggihan mesin produksi menjadi kunci daya saing produk serat polyester asal China di pasar global, termasuk Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan produksi polyester di China sangat efisien karena mesin-mesinnya yang canggih.

"Dari segi teknologi, kita itu sudah ketinggalan 20-30 tahun," ungkapnya dalam paparan di Musyawarah Provinsi XII (Musrop) API Jawa Barat, seperti dikutip Bisnis, Rabu (30/10/2019).

Menurut Ade, industri polyester di China sudah mengunakan mesin canggih dengan teknologi Isotherm. Dengan teknologi ini, pencampuran bahan baku untuk menghasilkan polyester dapat menghasilkan panas yang bisa memproduksi listrik.

Alhasil, industri polyester di China tidak menggunakan listrik yang disediakan pemerintah. Industri ini justru menjual kelebihan listriknya kepada negara.

"Otomatis dengan investasi US$50 juta untuk teknologi Isotherm ini, dalam waktu tiga tahun beban listriknya nol," terangnya.

Oleh karena itu, selisih jual harga polyester Indonesia dan China kurang lebih mencapai 9 sen, sesuai dengan harga listrik per Kwh di Tanah Air. Hal ini membuat Indonesia tak bisa bersaing dengan Negeri Panda dalam urusan polyester.

Selain itu, China mengolah semua mata rantai produksi polyester di dalam negeri, mulai dari pengolahan minyak mentah hingga ke serat dan kain. Semua mata rantai produksi polyester dipegang oleh satu kendali, yakni melalui perusahaan pelat merah, Sinopec atau China Petroleum & Chemicals.

Dengan satu kendali di bawah pemerintah, harga polyester dapat dikontrol dengan mudah.

Ade menuturkan hanya ada satu cara untuk membangkitkan daya saing produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia, yaitu dengan konsolidasi dan kolaborasi yang lebih dalam dari industri, pemerintah, dan berbagai pihak terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini