Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI)Daeng M Faqih mengatakan bahwa pihaknya menerima banyak sekali laporan tunggakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada rumah sakit.
"Laporan dari kawan-kawan ada yang menunggak sampai 3 bulan, 6 bulan dan jumlahnya bervariasi. Operasional rumah sakit akan terganggu dan pelayanan juga ikut terganggu," ungkapnya, Rabu (30/10/2019).
Karena kendala itu, lanjutnya, rumah sakit harus meminjam kepada bank untuk keberlangsungan operasional sehingga meninggalkan utang.
"Rumah sakit kadang harus minjam ke bank. Itu (rumah sakit) yang bisa pinjam ke bank dampaknya nggak seberapa, tapi ada (rumah sakit) yang kesulitan administrasinya itu tak bisa pinjam ke bank. Itu yang kasihan," sambung Daeng.
Daeng menuturkan saat ini pihaknya sedang mengadvokasi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak memberatkan rumah sakit akibat tunggakan BPJS yang menumpuk tersebut.
"Barangkali pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan supaya BPJS memungkinkan untuk pinjam, bukan rumah sakitnya yang pinjam ke bank. Kami berkali-kali menyampaikan usulan itu," kata Daeng.
Ia menuturkan banyak menemukan kasus rumah sakit yang tidak memiliki dana talangan, akhirnya menunda pembayaran dokter atau yang lebih ekstremnya lagi menutup usaha operasional rumah sakit.
"Ada bukti dari kawan-kawan yang tidak tahan, menjual rumah sakitnya, itu yang ekstrem. Menunda pembayaran dokter juga ada. (Rumah sakitnya ada) di daerah Bogor, Tangerang, silakan lacak," sambungnya.
Namun secara garis besar, Daeng mendukung kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen agar ke depannya layanan dan fasilitas kesehatan semakin membaik.
"Harapannya kenaikan ini untuk menutupi defisit bisa meningkatkan pelayanan. Memang usulan kenaikan ini dikaitkan dengan kualitas pelayanan yang jadi titik poin kenaikan premi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel