DIREKTUR UTAMA TUBAN PETRO SUKRIYANTO : "Pasar Kami Masih Sangat Terbuka"

Bisnis.com,30 Okt 2019, 14:37 WIB
Penulis: Puput Ady Sukarno & Sri Mas Sari
Direktur Utama PT Tuban Petrochemical Industries Sukriyanto. BISNIS/Puput Ady Sukarno

Bisnis.com, JAKARTA - Geliat PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) di sektor petrokimia tampak makin dinamis. Dengan selesainya konversi atas piutang negara menjadi saham, banyak yang berharap perusahaan ini dapat lebih berkontribusi bagi perekonomian. Untuk mengetahui perkembangan dan rencana perusahaan, berikut ini petikan wawancara dengan Sukriyanto, Direktur Utama Tuban Petro kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Bagaimana gambaran perkembangan usaha Tuban Petro saat ini?

Tuban Petro bergerak di sektor petrokimia dengan fasilitas produksi yang berpusat di Tuban, Jawa Timur, dan Cirebon, Jawa Barat. Tuban Petro memiliki tiga anak perusahaan yang mampu menghasilkan produk petrokimia yang beragam, yakni Trans Pacific Petrochemical Indotama atau TPPI, Polytama Propindo, dan Petro Oxo Nusantara atau PON.

Pertama, TPPI. TPPI ini desain aslinya itu adalah integrated petrochemical yakni integrated antara aromatik dan olefin. Aromatik itu adalah produk produk seperti benzena, perasilen, dan turunan turunannya. Kemudian olefin itu adalah etilena dan propilena.

Aromatik diwakili oleh benzena, parasilen, yang kemudian menghasilkan nafta. Dan nafta inilah yang menjadi bahan baku bagi produksi etilena dan propilena. Etilena diolah lebih lanjut menjadi polietilena dan propilena diolah lagi menjadi polipropilena.

Polietilena dan polipropilena itu bentuknya biji, biji plastik. Ini adalah biang dari any kind of plastic products misalnya botol air mineral, karpet, sepatu, kacamata, dan lain-lain. Nah di dalam TPPI, karena krisis pada zaman BPPN, yang sudah selesai dibangun pabriknya itu hanya pabrik aromatik, padahal tadi desainnya integrated aromatik dan olefin.

Nah, karena integrasi itu belum diperoleh, dan masih menghasilkan nafta itu, untuk domestik harganya kurang lebih sama harga bahan baku dari TPPI sendiri, maka kalau pabrik olefin tidak dibangun, tidak akan mencapai keekonomian yang optimal.

Ke depan akan bangun pabrik olefin yang merupakan PR kami, karena kami harus selesaikan desain integrasi tadi. Kalau integrasi tercapai, hasil analisis 10 tahun terakhir maka tidak pernah rugi.

Bagaimana kapasitas TPPI?

Bicara kapasitas, TPPI ini membutuhkan bahan baku kondensat itu sebesar 100.000 barel per hari. Kalau bicara pabrik aromatik seperti ini, TPPI adalah salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Memang kalau bicara petrochemical yang padat modal, kapasitas itu selalu dibikin besar sekalian supaya mencapai keekonomian yang optimal.

TPPI ini kan kondisinya sekarang beroperasi dengan memproduksi mogas. Padahal desain aslinya aromatik. Bagaimana penjelasannya?

Karena TPPI sekarang ini bekerja dengan moda operasi, istilahnya itu tolling agreement, yakni ibarat kita memiliki mesin jahit hanya mendapatkan upah jahit atau ongkos kerja saja. Namun, yang punya baju yang punya kain yang memperdagangkan produk kita itu adalah pihak lain.

Dalam hal ini, TPPI beroperasi tolling dengan Pertamina. Kami oleh Pertamina dikasih bahan baku, kemudian TPPI memproses, tetapi hasilnya mogas. Mogas itu motor gasolin, ada Solar ada Premium, Premium 88, Premium 92, Pertamax.

Nah, kenapa Pertamina tolling-nya untuk mogas?

Karena memang Pertamina dikejar untuk meningkatkan produksi dalam negeri mogas, supaya impornya berkurang. Bagi Pertamina ini bagus, karena mengurangi impor BBM secara nasional, yaitu kurang lebih angkanya dengan adanya TPPI, itu impor berkurang sekitar 20%.

Namun bagi TPPI, ya hanya menerima upah atau ongkos kerja. Walaupun dengan kerja sama yang kami lakukan selama ini dengan Pertamina yang terus membaik, ongkos kerjanya sudah ditambah dan ditambah terus. Ini juga berkat bantuan DJKN Kemenkeu yang terus menerus menyuarakan.

Pada lalu, TPPI ini seharusnya sudah siap untuk beroperasi secara independen alias tidak tolling lagi, yakni dengan bahan baku sendiri yang diproduksi menghasilkan barang sesuai desain pabrik yakni aromatik.

Sebelumnya, belum bisa karena pabrik itu sudah lama setop. Sejak 2008 itu on-off on-off, sehingga kondisi mesin-mesinnya tidak prima. Namun, selama itu kami sudah lakukan perbaikan perbaikan, mengganti katalis dan mesin mesin, sehingga sekitar Oktober 2018 sudah bisa kembali beroperasi.

Kami sudah lakukan waktu itu sekitar 4 bulan bersama Pertamina, bisa menghasilkan BTX dengan kualifikasi product on spec alias spesifikasi produk itu masuk kualifikasi.

Bagaimana dengan posisi TPPI dalam hal ini?

Untuk TPPI membeli bahan baku sendiri, mengoperasikan bisnis sendiri, pada waktu itu belum berhasil mendapatkan modal kerja karena ada beberapa persyaratan dari calon bank, antara lain yang paling berat waktu itu TPPI masih bermasalah hukum dengan salah satu pemasoknya yakni Nippon Katalis di pengadilan Singapura.

Jadi kalau itu enggak selesai, bagaimana gitu kan? Takutnya bank sudah masukin uang, enggak tahunya terjadi kepailitan atau apapun dari proses hukum itu yang dapat menjadi berat bagi bank.

Maka waktu itu masih pending, di samping kesiapan kami. Begitu giliran kami siap dan Nippon Katalis itu juga selesai problemnya, eh pada 2019 pasar BTX itu lagi swing down atau turun harganya.

Jadi kami secara strategis, sementara pada 2019, kami tolling dulu dengan Pertamina, tetapi kami minta untuk tarif toling-nya itu dinaikkan dan alhamdulillah cukup bagus.

Dengan demikian, prosheet dari operasi tolling cukup untuk membayar biaya operasional, maintenance pabrik, dan cukup untuk membayar bunga utang dari TPPI sendiri.

Untuk sementara better all, sambil kami mengamati perkembangan pasar dan terus membina hubungan baik dengan pihak bank, sehingga manakala nanti market membaik kami akan masuk mengembalikan TPPI sesuai dengan desain awalnya, beroperasi normal independen aromatik.

Nah, kondisi perusahaan TPPI seperti itu, dengan tinggal sedikit lagi kami tingkatkan. Secara cash flow baik, secara operasional baik, tinggal menunggu kesiapan sisi modal kerja dan pasar.

Bagaimana dengan Polytama?

Polytama dengan produksi 3.000 metrik ton itu sejak 2015 sampai sekarang itu posisinya selalu untung, dan sekarang sudah sangat confident dari sisi cash flow dan sekarang sudah bicara untuk menyusun rencana double capacity expansion.

Kalau PON (Petro Oxo Nusantara) bagaimana perkembangannya?

Satu lagi anak perusahaan kami di Gresik, yang namanya Petro Oxo Nusantara itu memproduksi etil hexanol sebanyak 150.000 metrik ton, dan sekitar 80% diekspor, 20% untuk produksi lokal. Ini juga posisinya sekarang sedang swing down, karena ekspornya ke China. China itu awalnya posisinya nett importer sekarang menjadi nett exporter.

Tahun 2010 adalah puncak keuntungan dari PON. Karena bisnis ini bagus, China ramai-ramai membikin pabrik, sampai waktu itu ada 17 pabrik baru muncul dalam kurun 2013 sampai terakhir kemarin sehingga banjir.

China kalau sudah bikin apa-apa enggak main-main, sangat besar dan banyak. Jadinya, ini harganya terkoreksi turun. Namun, secara penjualan ini tetap 100%. Tidak ada masalah.

Jadi, group kita secara bisnis sudah siap untuk dikembangkan. Artinya, kalau pemerintah masukkan modal ke kami dengan mengonversi piutang menjadi saham, mudah mudahan ini tidak akan menjadi beban bagi pemerintah. Namun, justru kami akan berkembang dan berkontribusi memberikan dividen ke Kementerian Keuangan. Gambarannya seperti itu.

Ke depan lebih jauhnya kami masih akan mengembangkan produk turunan lain karena pasar masih sangat terbuka dengan rata rata pertumbuhan sekitar 8% per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendra Wibawa
Terkini