Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2019 Berpotensi Lebih Rendah dari Periode Sebelumnya

Bisnis.com,04 Nov 2019, 18:34 WIB
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi 5,17% selama 2018. Data: BPS

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2019 diperkirakan 5,02% lebih rendah dari kuartal sebelumnya 5,05%.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 sebesar 5,02% (yoy) memiliki sejumlah alasan.

Pertama, kegiatan investasi dan produksi masih tumbuh melambat. Hal ini sudah sejalan dengan beberapa indikator dalam Prompt Manufacturing Index (PMI) dan perkembangan industri sedang atau besar.

Bisnis.com mencatat, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada kuartal III/2019 hanya naik sebesar 4,35% (yoy) terhadap kuartal III/2018. Sementara itu untuk pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang kuartal III/2019 naik sebesar 5,13% (qtq) terhadap kuartal II/2019.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, yaitu naik 19,59% (yoy). Sektor lain yang mengalami kkenaikan tertinggi pada kuartal III/2019 terhadap kuartal II/2019 adalah industri barang galian bukan logam sebesar 14,15%.

Di lain pihak, meski manufaktur masih tertekan, Wisnu menilai konsumsi masyarakat masih cukup kuat, meski terlihat adanya perlambatan pertumbuhan.

“Pada sisi lain, mesin ekspor terkendala oleh perlambatan ekonomi mitra utama, misalnya China,” kata Wisnu, Senin (4/11/2019).

Dia menilai, adanya pelemahan permintaan domestik dan global yang terjadi sepanjang kuartal III/2019 ini akibat perang dagang menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia. Salah satunya adalah terkontraksinya angka impor Indonesia.

Bisnis.com mencatat, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan pada September 2019 mencatatkan defisit US$160,5 juta.

Pada bulan sebelumnya, BPS juga mengumumkan pula neraca perdagangan Agustus 2019 mencatatkan surplus US$85,1 juta atau US$0,08 miliar, kondisi ini akibat impor yang tertekan lebih kuat dibandingkan dengan ekspor. BPS juga neraca perdagangan Juli 2019 mencatatkan defisit US$0,06 miliar atau sekitar US$60 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini