Uang Pensiun Hanya Rp3,5 juta, Masih Minat Jadi Menteri?

Bisnis.com,06 Nov 2019, 19:00 WIB
Penulis: Hery Trianto
Suasana sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan pada Selasa (5/11/2010) menerima hak manfaat pensiun dari PT Taspen (Persero). Setelah ditelusuri, pensiunan Jonan  Rp3,5 juta per bulan, di bawah upah minimum Provinsi DKI Jakarta 2019 sebesar Rp3,9 juta.

Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro menyebut besaran manfaat pensiun yang diterima oleh Jonan kepada Bisnis. Menurut Iqbal, Jonan menerima hak pensiun sebesar Rp3,5 juta atau sekitar 70 persen dari gaji pokoknya.

“Pak Jonan menerima Rp3,5 juta per bulan. Sesuai dengan prinsip Taspen yakni layanan proaktif, Jonan tidak perlu meminta [hak pensiun] tetapi kami yang membayarkan langsung,” ujar Iqbal kepada Bisnis, Selasa (5/11/2019).

Jonan, yang ditemui Bisnis, Rabu (6/11/2019) mengaku senang menerima hak pensiunnya hanya 12 hari setelah tak lagi menjabat. Namun, ketika ditanya apakah cukup puas dengan nilai pensiun yang tidak seberapa, dia enggan menjawab.

Jonan hanya bercerita, hak pensiun menteri tersebut sudah ada ketentuannya dan berlaku umum. Menurutnya, dari hitungan PT Taspen nilai pensiun menteri memang tak jauh dari angka Rp4 juta per bulan.

“Bahkan untuk menteri yang 10 tahun menjabat pun, menurut Taspen uang pensiun maksimum tak lebih dari Rp5 juta,” tutur Jonan.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerima hak tabungan hari tua dan hak pensiun sebagai menteri pada Kabinet Kerja 2014-2019 pada Senin (4/11/2019).

Berdasarkan penelusuran Bisnis, paket pensiun menteri di Indonesia memang tidak sepadan dengan tanggung jawab yang diemban saat menjabat. Pun, saat menjabat, paket gaji seorang menteri jauh dari menarik.

Saat ini, seorang menteri, menerima gaji pokok sebanyak Rp5,04 juta dengan tunjangan jabatan sebanyak Rp 13,6 juta serta dana operasional Rp100 juta per bulan. Dana operasional Rp100 juta tersebut, bukan masuk kantong pribadi, tetapi biasanya habis untuk bayar ini dan itu.

Bisnis pernah menyaksikan, seorang menteri selalu menyisihkan beberapa ratus ribu rupiah sebagai tip polisi yang mengawalnya setiap hari, juga untuk peminta sumbangan. Berbagai kegiatan kunjungan ke sana kemari, menteri juga memakai dana operasional ini.

Seorang menteri yang rajin blusukan bercerita, sebulan terpaksa nombok hingga Rp200 juta untuk aktivitas tersebut. Untung saja, puluhan tahun bekerja sebagai direksi sejumlah perusahaan dalam dan luar negeri, membuatnya memiliki tabungan memadai.

Penuh Gengsi

Jadi, secara matematis, dengan pendapatan sekarang, gaji menteri jauh di bawah standar hidup yang harusnya melekat pada jabatannya. Ini posisi penuh gengsi, bila ukurannya demi mengejar kejayaan pribadi.

Posisi menteri lebih dari sekadar uang. Uang jelas tidak didapat, bila menilik slip gaji. Seorang dipilih dan mau menjadi menteri, mestinya sudah selesai dengan dirinya, merdeka secara finansial, sehingga bekerja adalah murni mengabdi.

Namun, dengan gaji kecil, seorang menteri punya kekuasaan sangat besar. Karena ‘saya punya pulpen’, begitu kira-kira ucap seorang menteri. Dengan pulpen [baca: tanda tangan] menteri bisa bikin regulasi, meneken surat izin ini dan itu.

Kekuasaan besar menjadikan posisi menteri sangat menarik, bahkan diburu oleh partai politik. Sejarah mencatat, banyak menteri terpeleset dengan kekuasaan, yang ujungnya masuk bui karena korupsi.

Sebuah kementerian, bisa mengelola dana ratusan triliun dalam setahun. Mungkin ini yang menjadi pertimbangan utama seseorang begitu ingin menjadi menteri. Pilihan yang sebenarnya penuh dengan risiko.

Namun, dengan uang pensiun yang hanya Rp3,5 juta sebulan, tentu uang itu tak ada artinya. Oleh karena itu,  ada beberapa kebiasaan yang berlaku, setelah tak lagi menjabat, biasanya  seorang mantan menteri mendapatkan kompensasi jadi komisaris atau duta besar.  Dengan, akhir seperti ini, masih pada berminat jadi menteri?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini