“Selamat datang di dunia virtual. Selamat tinggal produk, selamat datang pengalaman,” kata Financial Service Industry Leader SAP Asia Pte. Ltd. Hadi Wijaya dalam presentasinya di sebuah seminar di Jakarta, belum lama ini.
Belakangan ini Hadi mengaku tengah sibuk menjadi konsultan bagi sebuah perusahaan asuransi.
Dengan teknologi yang ada, perusahaan asuransi tersebut tak hanya menawarkan produk asuransi, tetapi juga sistem yang membuat konsumen beralih ke gaya hidup yang lebih sehat.
Berbekal aplikasi pada ponsel pintar, perusahaan itu dapat mengambil informasi yang dibutuhkan terkait dengan keseharian konsumen, seperti makanan yang dikonsumsi hingga jumlah langkah dalam sehari.
Perusahaan itu pun menawarkan sejumlah keuntungan apabila konsumen berhasil mencapai beberapa indikator yang dinilai dapat memperpanjang ekspektasi hidup seseorang.
“Kalau mencapai target jumlah langkah, misalnya, konsumen dapat keuntungan dari perusahaan asuransi. Perusahaan pun ikut untung karena probabilitas konsumen untuk sakit menurun.”
Teknologi memang telah mendisrupsi segala lini kehidupan. Dunia virtual yang kini telah terbentuk membuat konsumen mengidamkan pengalaman di atas produk industri keuangan.
Hadi menilai hal itu jelas menjadi ancaman bagi petahana. “Sekarang landscape bisnisnya sudah berubah. Lalu apakah produknya masih sama?” katanya.
Perusahaan asuransi tersebut mungkin menjadi gambaran industri keuangan pada masa yang akan datang. Masa yang bisa saja terjadi dalam 1--2 tahun atau mungkin 10 tahun dari sekarang.
Hari ini bank masih banyak menunggu debitur datang meminta kredit. Namun, saat dunia virtual semakin matang, bukan tidak mungkin fungsi intermediasi bersifat prediktif. “Bank dapat mengetahui kebiasaan konsumen, sehingga bisa menawarkan kredit bahkan saat calon debitur mulai berpikir butuh pinjaman,” jelasnya.
Senior Vice President Information Technology Group Head PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Victor Korompis mengakui bahwa mengumpulkan data dan informasi dapat menjadi satu senjata efektif untuk mengakuisisi nasabah.
Tokopedia, contohnya, mampu menarik 90 juta konsumen dalam kurun waktu 9 tahun, sedangkan Bank Mandiri yang jauh lebih tua baru memiliki 25 juta nasabah.
“Bedanya, itu mereka pakai data untuk akuisisi konsumen baru. Data is a new oil,” katanya.
Menurutnya, sumberdaya manusia (SDM) menjadi tantangan bagi bank menuju digitalisasi.
Menurut Hadi dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, pekerjaan yang dilakukan manusia bukan tidak mungkin diganti oleh kecerdasan buatan (artificial inteligent/AI). AI akan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang jauh lebih kompleks dari saat ini.
Vice President IT Planning & Strategy PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Danar Widyantoro membenarkan bahwa SDM menjadi tantangan dalam proses transformasi perbankan. Sebuah era baru membutuhkan tenaga kerja yang paham betul soal konsep ekosistem digital.
Masa depan perbankan adalah milik tenaga kerja yang memiliki cara berpikir digital. Mereka yang masih berpikir secara konvensional akan tertinggal.
Kalau sudah demikian sistem perekrutan bankir masa depan bisa jadi akan berubah total. Hadi meramalkan industri perbankan di masa yang akan datang tidak membutuhkan seorang bankir.
“Karyawan bank masa depan bukanlah seorang bankir. Karyawan bank masa depan adalah technologist yang dapat memberikan pengalaman perbankan kepada konsumen yang dapat digunakan di seluruh lanskap digital,” tutur Hadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel