Bisnis.com, JAKARTA - PT Astra International Tbk. dan Standard Chartered Bank akan melepas kepemilikan di PT Bank Permata Tbk. Saat ini aksi korporasi tersebut masih dalam proses tawar menawar.
“Biding [tawar menawar] sudah berjalan. Banyak pihak yang bid Permata dari dalam dan luar negeri,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana di Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Heru mengatakan proses tersebut diserahkan ke pasar. Terkait dengan hal itu otoritas meyakini aksi korporasi tersebut akan menemukan titik temu.
Seperti diketahui sebelumnya sudah cukup lama isu divestasi saham Bank Permata bergulir. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sempat menjadi satu bank yang tertarik untuk melakukan aksi akuisisi. Namun seiring berjalan waktu rencana tersebut pupus.
Kemudian sejumlah investor santer dikabarkan mengincar kepemilikan Bank Permata. Bank dari Jepang dan Singapura disebut-sebut tengah memasang mata kepada emiten bank berkode BNLI tersebut.
Satu di antaranya adalah Mizuho yang kabarnya tengah mengincar 44,6% saham BNLI milik Standard Chartered. Kemudian, grup bank asal Singapura, OCBC mempertimbangkan membeli sekitar 90% saham Bank Permata senilai US$1,9 miliar, atau sekitar Rp27,09 triliun dengan asumsi kurs per Rp14.260.
Head Corporate Affairs Bank Permata Richele Maramis enggan mengomentari saat dikonfirmasi mengenai perihal tersebut. “Kami tidak dapat berkomentar seputar market rumours ini,” katanya kepada Bisnis.
Adapun saat ini Bank Permata tengah dalam kondisi yang membaik. Setelah dihantam kredit bermasalah beberapa waktu lalu, rentabilitas bank mulai kembali pulih.
Bahkan emiten berkode BNLI ini mengincar tutup buku 2020 dengan capaian laba sebesar Rp2 triliun. Kepercayaan diri perusahaan itu muncul seiring dengan rasio kredit bermasalah yang menurun.
Direktur Utama Bank Permata Ridha D.M. Wirakusumah sebelumnya mengaku optimistis pada tahun ini bank bisa mencetak laba bersih lebih dari Rp1 triliun. Per September 2019, bank mengumumkan pertumbuhan laba bersih sebesar Rp1,1 triliun atau naik 121% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Hal tersebut merupakan kontribusi dari kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 3,0% yoy dan pendapatan operasional selain bunga sebesar 22% yoy.
Keseluruhan biaya operasional terkontrol dengan baik, sejalan dengan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada September 2019 menjadi 87% dari 96% pada September 2018.
Peningkatan rentabilitas bank juga seiring dengan membaiknya kualitas aset. Kualitas aset bank yang lebih sehat membawa penurunan biaya cadangan kredit sebesar 50% menjadi Rp741 miliar di akhir September 2019.
Seperti diketahui sebelumnya laba emiten berkode BNLI ini tergerus oleh kredit bermasalah. Per kuartal III/2019 bank melaporkan rasio non-performing loan (NPL) kotor dan NPL net per menjadi 3,3% dan 1,2% dari sebelumnya 4,8% dan 1,7% pada September 2018.
Sementara itu dari segi fungsi intermediasi, Bank Permata mencatatkan kredit sebesar Rp107,6 triliun pada September 2019. Realisasi itu tumbuh di bawah industri atau 1,0% yoy, yang dikontribusikan dari retail banking dan wholesale banking.
Pada penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Bank Permata juga mencatat pertumbuhan di bawah rata-rata industri, yakni 2,0% yoy. Giro dan tabungan masing-masing naik 11,0% yoy dan 6,0% yoy, sedangkan deposito turun 4,0% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel