Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mengungkapkan sebab kenaikan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) perseroan pada kuartal III/2019, yakni karena peningkatan biaya dana akibat perebutan likuiditas.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan kenaikan BOPO secara tahunan terjadi lantaran peningkatan beban dana (cost of fund) sebesar 40 basis points (bps) secara tahunan. Kenaikan beban dana karena perebutan dana pihak ketiga (DPK) yang terjadi di industri perbankan.
“Sementara dari sisi interest income, yield loan BNI juga masih belum optimal mengingat kondisi perekonomian global dan domestik yang belum sepenuhnya pulih. Namun untuk FBI [fee based income kami mampu tumbuh aggresif double digit secara yoy [year-on-year],” ujar Herry kepada Bisnis, Kamis (7/11/2019).
Sebagai catatan, hingga September 2019 nilai FBI perseroan tumbuh 13% yoy menjadi Rp8,1 triliun. Kenaikan FBI pada kuartal III/2019 ini didorong kontribusi komisi dari segmen business banking antara lain komisi dari trade finance yang tumbuh 9,4%, dan komisi sindikasi yang tumbuh 81,6 persen.
Rasio BOPO emiten berkode BBNI ini per September 2019 naik 146 bps yoy menjadi 71,76%. Nilai ini jika dibandingkan dengan raihan BNI per semester I/2019 turun 80 bps.
“Ke depannya BNI akan lebih fokus dalam menghimpun dana murah melalui optimalisasi tabungan payroll serta merchant, serta meningkatkan perolehan FBI melalui transaksi digital. Sementara dari sisi Interest Income akan meningkatkan ekspansi kredit pada bisnis yang memiliki yield lebih tinggi dengan prudent,” ujarnya.
Hingga September 2019, rasio BOPO industri perbankan naik 1.211 basis poin (bps) yoy menjadi 91,24%.
Kenaikan rasio BOPO yang tajam juga dialami bank pelat merah. Margin beban dan pendapatan operasional bank BUMN naik 504 bps dari 71,94% menjadi 76,98% secara yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel