Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral China (PBOC) secara tak terduga memangkas suku bunga pinjaman antarbank untuk pertama kalinya sejak Oktober 2015.
Ini merupakan langkah pelonggaran pertama dalam 4 tahun terakhir terkait instrumen likuiditas dan merupakan sinyal bagi pasar bahwa pembuat kebijakan siap bertindak untuk menopang pertumbuhan yang melambat.
Dilansir melalui Bloomberg, PBOC memangkas suku bunga 7-Days Reverse Repo menjadi 2,5% dari 2,55% pada Senin (18/11/2019).
Bank sentral juga menyuntikkan dana sebesar180 miliar yuan atau senilai US$26 miliar ke dalam sistem keuangan melalui operasi pasar terbuka guna membantu meringankan kekhawatiran likuiditas.
Kebijakan ini diikuti dengan penurunan imbal hasil utang pemerintah bertenor 10 tahun sebesar 4 basis poin menjadi 3,2%, level terendah dalam sebulan, sedangkan Shanghai Composite Index membalikkan kerugian menjadi 0,2%. Yuan melemah 0,1% terhadap dolar AS.
Penyesuaian dari bank sentral ini menandakan kelanjutan dari kebijakan stimulus yang telah diadopsi pembuat kebijakan, bahkan di tengah meningkatnya bukti bahwa pertumbuhan ekonomi akan turun di bawah 6% tahun depan.
Pada Sabtu (15/11/2019), laporan kuartalan PBOC tidak hanya memperingatkan tentang risiko pertumbuhan tetapi juga tentang kenaikan inflasi, menyoroti ruang terbatas yang harus direspons oleh kebijakan moneter.
"Ini lebih dari sekadar jaminan psikologis dan sebagai bagian dari upaya untuk menurunkan kurva imbal hasil. Dampak nyata pada pasar terbatas," kata Zhou Hao dari Commerzbank AG, dikutip melalui Bloomberg, Senin (18/11/2019).
Zhou menambahkan bahwa pemotongan suku bunga memperkuat sikap bank sentral untuk mendukung ekonomi, tetapi akan sangat sulit bagi PBOC untuk mengadopsi pelonggaran besar-besaran tahun ini.
Kebijakan pelonggaran ini didahului oleh stimulus PBOC yang menyuntikkan dana tunai jangka menengah sebesar US$29 miliar dan memangkas beban pinjaman.
PBOC telah menahan diri dari pelonggaran agresif di tengah percepatan inflasi dan kekhawatiran tentang penumpukan utang.
Para petinggi telah berjanji untuk menjaga kebijakan moneter yang prudent sambil mencapai keseimbangan yang tepat antara pengetatan dan pelonggaran.
Kurangnya stimulus yang kuat berdampak pada obligasi, mendorong imbal hasil obligasi negara 10 tahun ke level tertinggi sejak Mei 2019.
"[Pelonggaran] tidak mengherankan karena kumpulan data terbaru menunjukkan ekonomi terus melemah," kata Nathan Chow, seorang ekonom di DBS Bank Ltd., Hong Kong.
Mayoritas perusahaan, terutama perusahaan kecil hingga menengah, masih kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank. Tren ke depan masih akan seputar upaya menurunkan biaya pendanaan.
Tingkat bunga rata-rata tertimbang dari pinjaman bank ummum naik tipis menjadi 5,96% pada September, sedikit lebih tinggi dari 5,94% pada Juni, menurut laporan PBOC yang dirilis pada akhir pekan.
Ini menunjukkan bahwa perubahan suku bunga bank sentral yang diperkenalkan pada bulan Agustus belum berhasil menurunkan biaya pinjaman secara keseluruhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel