Pacu TKDN Otomotif, Menperin Dorong Nippon Steel Group Tingkatkan Porsi Baja Lokal

Bisnis.com,18 Nov 2019, 11:08 WIB
Penulis: Siti Munawaroh
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memberikan penjelasan mengenai agenda kunjungan kerja ke Jepang dan Korea Selatan, Minggu (17/11/2019) malam./Bisnis-Siti Munawaroh

Bisnis.com, TOKYO - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengharapkan Krakatau Nippon Steel Sumikin (Nippon Steel Group) meningkatkan porsi baja canai gulung dingin lokal, agar tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sektor otomotif meningkat sekaligus menekan impor.

Harapan tersebut akan disampaikan Menperin dalam pertemuan dengan jajaran Nippon Steel yakni GM Nippon Steel Global Bussines Isao Furuta, Presdir Nippon Steel Indonesia Taizo Mitsumoto, VP NSC Shinichi Nakamura, dan VP Global Bussines Taisuke Nomura.

Pertemuan dengan Nippon Steel ini mengawali agenda one on one meeting Menperin Agus Gumiwang dengan korporasi Jepang di Ume Room Hotel Imperial Tokyo, Jepang, Senin (18/11/2019).

"Misi kami bertemu Nippon Steel agar Krakatau Nippon Steel Sumikin [KNSS] bisa meningkatkan porsi baja canai gulung dingin atau CRC [cold rolled coil] lokal untuk meningkatkan TKDN produk otomotif,” ujar Menperin Agus Gumiwang kepada Bisnis, Minggu (17/11/2019).

Hal ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Perindustrian untuk mencari substitusi barang sejenis yang diimpor dari Jepang sebagai bahan baku sektor otomotif.

Di Indonesia, Nippon Steel dan Sumitomo Metal Corp memiliki kerja sama investasi dengan PT Krakatau Steel yakni melalui PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS). KNSS memproduksi baja lapis aluminium seng untuk kebutuhan industri otomotif.

Menperin mengungkapkan industri baja memiliki prospek yang bagus, seiring permintaan baja di dunia yang meningkat cukup tinggi. Kenaikan permintaan sebesar 1,75 miliar ton dan sekitar 50 persennya untuk memenuhi kebutuhan baja di pasar China.

Di sisi lain, industri baja menjadi salah satu penyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia, nilainya mencapai US$ 3,6 miliar per Agustus 2019.

“Upaya mengendalikan defisit itu harus kita cari, karena defisit itu berkaitan dengan bahan baku. Konsumsi baja di Indonesia cukup besar, sektor konstruksi menyerap sekitar 78 persen, sisanya diserap sektor otomotif, migas dan lainnya. "

Besarnya angka konsumsi baja itu sayangnya belum diikuti tingginya utilisasi pabrik baja di Tanah Air. Utilisasi pabrik baja di Indonesia saat ini masih rendah, sekitar 60 persen.

"Ini kita dorong agar utilisasi pabrik baja di Indonesia meningkat."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Galih Kurniawan
Terkini