Bisnis.com, JAKARTA - Peran agen bank sebagai salah satu instrumen peningkatan inklusi keuangan di Indonesia perlu ditingkatkan. Pasalnya, agen bank adalah salah satu instrumen penting dalam pemerataan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menuturkan, sudah seharusnya agen mendapat perhatian lebih dari lintas sektor terkait. Hal ini karena agen bank memperluas jangkauan kantor cabang bank khususnya kepada masyarakat yang belum mengenal bank dan pelayanannya di daerah pedesaan dan perbatasan.
"Pemerataan akses terhadap layanan keuangan formal harus terus berlanjut agar kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar terwujud,” katanya dalam peluncuran studi ‘Cash-In-Cash-Out (CICO) Economics in Indonesia’ oleh Boston Consulting Group (BCG) dan Microsave Indonesia, dikutip dari keterangan pers yang didapat pada Selasa (19/11/2019).
Sejauh ini, agen bank merupakan salah satu kanal utama selain kantor cabang bank untuk mengakses layanan keuangan formal. Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018 menyebutkan, 58,6% dari populasi penduduk dewasa di Indonesia mengetahui lokasi agen bank. Bagi mereka, Agen bank menjadi yang paling diandalkan untuk membuka rekening Basic Saving Account (BSA) dan deposit atau penarikan dalam 6 bulan terakhir.
Iskandar mengatakan, pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) terus mendorong peran agen bank untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Sejak Program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif, atau biasa disebut Laku Pandai diluncurkan 2015, jumlah agen bank naik pesat dalam setahun pertama, dari 60.000-an agen bank menjadi hampir 1 juta agen bank.
Data pun mencatat, sebanyak 55,3% orang dewasa di Indonesia telah memiliki akun di lembaga keuangan formal dan 70,3% dari seluruh penduduk dewasa telah terlayani oleh lembaga keuangan formal.
Mayoritas agen bank di Indonesia, terutama agen Laku Pandai melayani CICO atau pengisian saldo dan tarik tunai. Dengan kehadiran layanan ini, masyarakat dapat langsung menyimpan penghasilan dengan aman, serta menarik sebagian dari tabungan kapanpun dibutuhkan.
"Kami di DNKI mendorong peran agen bank untuk lebih agresif melayani masyarakat karena agen menekan biaya layanan bagi para nasabah. Selain itu, agen bank juga memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan formal dengan mudah, nyaman dan terjangkau," ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan penetrasi perusahaan teknologi finansial (tekfin) khususnya agen tekfin perlu dimanfaatkan untuk lebih memeratakan akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Saat ini, ada lima juta agen tekfin di Indonesia yang dapat diberdayakan untuk menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini belum terhubung dengan layanan keuangan formal.
“Jika volume transaksi di agen rendah, bukan tidak mungkin jika ke depannya semakin banyak agen yang tidak mengelola layanannya dengan sepenuh hati bahkan menutupnya. Jika kondisi ini dibiarkan, keuangan inklusif takkan menjadi sebuah keniscayaan,” tutur Iskandar.
Ia pun menegaskan para pengambil kebijakan dan pelaku industri perlu memberi ruang bagi inovasi, tetapi pada saat yang bersamaan selalu mengantisipasi berbagai risiko yang ada. Hal ini agar keberlangsungan usaha juga dapat berjalan secara berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel