Ini Hubungan antara Insomnia dan Penyakit Kardiovaskular

Bisnis.com,20 Nov 2019, 14:39 WIB
Penulis: Reni Lestari
Ilustrasi-Insomnia dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular yang berpotensi mengancam hidup seseorang/Medical News Today

Bisnis.com, JAKARTA - Masalah tidur dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Sebuah analisis skala besar di China menyoroti bagaimana insomnia dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular yang berpotensi mengancam hidup seseorang.

Ketika menderita insomnia, seseorang sering kesulitan untuk tidur. Menurut penelitian yang dilakukan di University of Pennsylvania, sekitar 1 dari 4 orang dewasa di Amerika Serikat mengalami insomnia jangka pendek atau akut setiap tahun. Insomnia akut biasanya terjadi ketika seseorang mengalami masalah tidur hanya untuk waktu yang singkat, mungkin karena stres atau khawatir.

Sekitar tiga perempat dari orang-orang ini kembali ke pola tidur mereka yang biasa. Namun, yang lain terus mengalami insomnia kronis.

Insomnia kronis mengacu pada seseorang yang mengalami masalah tidur selama setidaknya 3 malam seminggu selama tidak kurang dari 3 bulan.

Baik insomnia akut maupun kronis dapat menyebabkan kantuk di siang hari, konsentrasi dan masalah memori serta kekurangan energi.

Penelitian telah menemukan lebih banyak analisis yang mengkhawatirkan. Satu analisis baru-baru ini, muncul dalam Sleep Medicine ReviewsTrusted Source, menghubungkan insomnia dengan timbulnya depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan alkohol. Studi lain telah menemukan hubungan antara insomnia dan penyakit jantung.

Penulis studi baru yang diterbitkan dalam Neurology, menunjukkan bahwa penelitian sebelumnya telah gagal untuk mendefinisikan insomnia dengan benar dan telah memasukkan orang yang mungkin tidak memiliki gangguan tersebut. Maka mereka berangkat untuk menemukan asosiasi yang lebih kuat.

Hasil makalah baru menunjukkan bahwa mengidentifikasi insomnia, terutama pada orang muda, dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Para peneliti menggunakan data dari China Kadoorie Biobank, yang menyelidiki dan melacak penyebab utama penyakit kronis di Cina.

Para peserta, berusia antara 30 dan 79 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit jantung atau stroke ketika penelitian dimulai.

Dalam studi baru, para peneliti menganalisis tiga gejala insomnia, di mana gejalanya berlangsung setidaknya 3 hari seminggu. Gejala-gejalanya seperti masalah tidur, bangun terlalu dini, atau kesulitan untuk fokus di siang hari karena gangguan tidur.

Data menunjukkan bahwa 11 persen dari peserta melaporkan kesulitan tidur dan 10 persen memiliki masalah dengan bangun lebih awal. Hanya 2 persen dari peserta melaporkan mengalami masalah fokus pada siang hari.

Para peneliti mengikuti semua peserta selama sekitar satu dekade. Selama waktu itu mereka mengidentifikasi 130.032 insiden serangan jantung, stroke, dan penyakit yang sebanding.

Peluang penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi

Setelah memperhitungkan faktor risiko lain, seperti merokok dan konsumsi alkohol, para peneliti mengidentifikasi beberapa temuan signifikan.

Studi baru mengidentifikasi bahwa peserta yang melaporkan mengalami ketiga gejala insomnia memiliki peluang 18 persen lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami gejala.

Mereka yang melaporkan masalah fokus pada siang hari 13 persen lebih mungkin mengembangkan serangan jantung, stroke, dan penyakit yang sebanding dibandingkan orang yang tidak memiliki masalah mengenai hal ini.

Para peneliti mengidentifikasi bahwa orang-orang yang sulit tidur memiliki peluang 9 persen lebih tinggi untuk terserang penyakit ini, sementara mereka yang bangun terlalu dini 7 persen lebih mungkin mengalami stroke, serangan jantung, atau sejenisnya.

Meskipun demikian, para peneliti menunjukkan bahwa mereka belum menetapkan penyebab dan efek antara insomnia dan penyakit kardiovaskular. Temuan ini hanya menyoroti hubungan antara keduanya.

"Khususnya, hubungan ini bahkan lebih kuat pada orang dewasa yang lebih muda dan orang-orang yang tidak memiliki tekanan darah tinggi pada awal penelitian," kata penulis studi Liming Li dari Universitas Peking Beijing di China, dilansir Medical News Today, Rabu (20/11/2019).

Para peneliti mencatat bahwa para partisipan dalam studi ini melaporkan sendiri gejala insomnia mereka, yang mungkin berarti data tersebut tidak sepenuhnya akurat. Namun, analisis lebih lanjut, meminta para profesional medis untuk melacak gejala insomnia daripada mengandalkan pelaporan diri, akan memperkuat hubungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini