PENGAMAT : BPJS Kesehatan Bisa Gunakan Keuangan Internal untuk Tutup Defisit

Bisnis.com,20 Nov 2019, 18:19 WIB
Penulis: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Pegawai melayani warga di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Timur, di Jakarta, Rabu (30/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi menaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja menjadi sebesar Rp42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas I. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan wacana alokasi keuangan internal BPJS Kesehatan untuk menutup defisit memungkinkan. Hal ini terlihat dari sejumlah indikator dalam Laporan keuangan BPJS yang menunjukkan angka positif.

"Contohnya saja rasio likuiditas BPJS Kesehatan saat ini sekitar 120%. Kondisi ini menunjukkan kemampuan pengelolaan keuangan yang relatif baik," jelasnya saat dihubungi pada Rabu (20/11/2019).

Kendati demikian, ia berpendapat pemerintah belum perlu melakukan hal ini. Pasalnya, pemerintah telah merencanakan sejumlah kebijakan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.

Salah satu yang akan dilakukan adalah mengeluarkan bantuan dana. Pemerintah rencananya mengucurkan dana Rp9,13 triliun kepada BPJS Kesehatan pada Jumat (22/11/2019).

Dana tersebut merupakan selisih kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung pemerintah.

Selain itu, pemerintah juga akan menaikkan iuran BPJS untuk peserta bukan penerima upah (PBPU). Iuran Kelas I diusulkan menjadi Rp160.00 dari sebelumnya Rp80.000. Sementara itu, Kelas II diusulkan menjadi Rp110.000 dari Rp51.000.

Adapun biaya untuk kelas III juga naik menjadi Rp42.000 dari awalnya Rp25.500. Tarif untuk penerima bantuan iuran (PBI) juga dinaikkan pada angka Rp42.000. Seluruh tarif ini akan resmi berlaku pada 1 Januari 2020.

Menurutnya, sebaiknya pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah direncanakan sebelumnya terlebih dahulu. Dari kebijakan tersebut pemerintah dapat menilai efektivitasnya dalam periode waktu tertentu sebelum menelurkan ketentuan baru.

"Kalaupun dilakukan, ini harus melihat ketentuan hukum yang ada. Akan memakan waktu lagi bila harus melakukan penyesuaian hukum. Sebaiknya sementara ini ditahan dulu," imbuh Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Achmad Aris
Terkini