UMK 2020 Jabar belum Diputuskan, Ini Opsi Ridwan Kamil

Bisnis.com,21 Nov 2019, 11:13 WIB
Penulis: Wisnu Wage Pamungkas
Gubernur Jabar Ridwan Kamil

Bisnis.com,BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mempertimbangkan opsi tidak menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 untuk menjaga kondusifitas dunia usaha.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan pihaknya harus mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini juga 2020 mendatang yang diprediksi akan berat. Terlebih pihaknya sudah mendapatkan surat dari Apindo yang memberikan kondisi dunia usaha.

“Jadi sedang kami pertimbangkan plus minusnya. Saya sudah terima surat dari Apindo yang intinya kemungkinan besar ekonomi lagi berat kan jadi penetapan UMK sangat berpengaruh terhadap sektor padat karya, jadi saya pertimbangkan,” katanya di Bandung, Kamis (21/11/2019).

Ridwan Kamil mengakui keputusan soal upah ini setiap tahun selalu menimbulkan dinamika sosial yang menurutnya tidak mudah. Namun sebagai pemimpin dirinya harus mengambil keputusan.

“[Opsi] Antara menetapkan UMK atau tidak. Kalau tidak menetapkan, maka buruh diminta menyelesaikan kenaikannya, jadi tetap naik, upah naik tapi disesuaikan oleh kemampuan pabrik masing-masing. Tapi kalau [besaran] dikunci [lewat UMK] maka akan ada perusahaan yang pasti gulung tikar karena oleh pengadilan dianggap pidana,” paparnya.

Menurutnya opsi untuk tidak menetapkan UMK juga dilandasi payung hukum dan klausal dari Kementerian Tenaga Kerja yang memberi dua klausal: Satu wajib tetapkan UMP tapi dapat tetapkan UMK. “Kata dapat ini artinya diserahkan pada situasi masing-masing. [UMK] Selalu rutin itu [dinamika] tahunan nanti kita hitung saja,” tuturnya.

Ridwan Kamil menilai khusus Jawa Barat saat ini sudah terjadi disparitas upah buruh antar daerah yang membelit keputusan terkait penyesuaian upah setiap tahun. Pihaknya menunjuk penyebabnya adalah aturan lama di tingkat pusat yang tidak seragam.

“Kalau sekarang ada formula [dapat tetapkan UMK] itu, itu enak. Tapi kan itu baru berapa tahun terakhir. Tahun sebelumnya bisa ada yang naik 10%, 15%. Itu yang membuat disparitas semakin tinggi. Jadi solusi pertama kita gunakan formula nasional minimal membuat angka itu bisa diprediksi tidak sporadis,” paparnya.

Langkah kedua pihaknya dalam jangka menengah ingin membuktikan buruh bisa sejahtera tanpa menaikan upah. Contohnya dengan mewajibkan pabrik membuat rumah atau hunian dekat pabrik. “Kalau karyawannya sedikit bikin town house, kalau banyak rumah susun. Sehingga tidak ada lagi demo dengan alasan mahal transportasi,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ajijah
Terkini