Pelaku Industri Perbankan Syariah Ingin Kebijakan Spin Off 2023 Ditunda

Bisnis.com,25 Nov 2019, 08:22 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
CIMB Niaga Syariah

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku perbankan syariah berharap aturan pemisahan unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS) yang dibatasi hingga 2023 dapat ditunda.

Mengacu pada Peraturan Bank Indonesia nomor 11/20/PBI/2009, pemisahan atau spin off UUS dari bank umum konvensional induknya wajib dilakukan paling lambat 15 tahun setelah berlakunya Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atau pada 2023.

Herbudhi S. Tomo, Direktur Eksekutif Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), mengatakan saat ini UUS dinilai lebih efisien jika masih bergabung dengan induk. 

Sementara itu, apabila dipisah maka UUS tersebut akan kesulitan berkompetisi jika hanya berstatus sebagai bank umum kegiatan usaha (BUKU) II. Hal ini bakal memperberat upaya peningkatan pangsa pasar bank syariah yang saat ini masih berada di kisaran 5%.

Oleh karena itu, spin off dirasa akan efektif apabila diterapkan ketika UUS pisah menjadi BUS dengan status BUKU III. Untuk mencapai BUKU III pun perlu waktu yang lebih panjang dari 2023.

“Ini bicara soal skala ekonomi, kalau BUKU III dipisah dia sudah besar. Apalagi kalau bisa BUKU IV lebih bagus lagi karena bank ini kalau modalnya kuat bisa melakukan apa saja dibandingkan dengan modal kecil. Usulan dari industri kalau bisa spin off 2023 tidak menjadi target,” ujarnya di sela-sela acara Media Training & Gathering CIMB Niaga Syariah 2019 di Bogor akhir pekan lalu.

Selain itu, Tomo, panggilan akrabnya, menambahkan dengan menyandang status UUS bank syariah saat ini dinilai lebih efisien ketimbang menjadi BUS. Pasalnya, melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 28/POJK.03/2019 tentang Sinergi Perbankan untuk Pengembangan Perbankan Syariah, UUS dapat bekerja sama dengan induk.

Misalnya dalam hal perluasan jaringan, UUS dapat menempel dengan cabang-cabang konvensional, sedangkan BUS harus membangun kantor cabang tersendiri. “Artinya, ini lebih efisien karena tidak perlu investasi,” jelasnya.

Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara juga menyebut kewajiban spin off bagi UUS pada 2023 merupakan tantangan bagi perbankan syariah. Saat ini, di Indonesia terdapat 14 BUS dan 20 UUS. Kebanyakan UUS yang ada merupakan bagian dari bank pembangunan daerah (BPD) yang modal intinya tidak sebesar bank umum dengan status BUMN.

“Bagaimana induk harus membesarkan anaknya yang UUS kalau aset hanya kecil. Mau menambah modal, harus melalui DPRD dan belum tentu disetujui,” katanya.

Pandji menyebutkan untuk Bank CIMB Niaga Syariah yang statusnya masih berupa UUS, pihaknya melakukan strategi leveraging dengan induk usaha. Menurutnya, selama belum saling mendukung antara induk dan UUS, maka untuk pisah menjadi BUS bakal berat.

Butuh Modal Besar

Masalah permodalan juga menjadi perhatian karena dengan modal yang kecil, BUS akan sulit bersaing untuk mendapatkan dana murah. Dia mengatakan untuk bisa menghimpun dana murah, bank mesti memiliki cabang dengan jaringan yang luas dan digital banking.

Tentunya, hal tersebut membutuhkan modal yang besar. Sebagai contoh, untuk mengembangkan sistem digital banking diperlukan dana ratusan miliar dan tidak semua bank syariah memiliki kemampuan tersebut. Pada akhirnya, dana yang dihimpun pun mahal dan berdampak pada pembiayaan yang kurang bersaing.

“Tahun depan rencananya ada UU perbankan baru, mudah-mudahan di aturan yang baru spin off bisa ditunda, enggak harus 2023,” harap Pandji.

Kendati demikian, Bank CIMB Niaga Syariah telah melakukan persiapan untuk spin off, seperti mengejar pertumbuhan modal dan aset agar memiliki landasan yang kuat ketika dipisahkan dari induk. Perseroan ingin memiliki modal yang cukup untuk masuk ke dalam kategori BUKU III sebelum melakukan aksi korporasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini