Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menjelaskan sebab lambatnya penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) meski Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan hingga total 100 basis poin (bps) beberapa bulan terakhir.
Direktur Finance, Planning, & Treasury BTN Nixon L. P. Napitupulu mengatakan, lambatnya penurunan suku bunga KPR diakibatkan masa transisi yang harus dilalui bank pasca ada penyesuaian suku bunga acuan. Masa transisi ini tergantung pada komposisi deposito berjangka yang dikelola bank.
Pada BTN, deposito berjangka paling banyak bertenor 3 hingga 6 bulan. Hingga kini BTN masih sulit menurunkan suku bunga KPR sebab harus menanggung bunga deposito berjangka yang masih berjalan.
“Terakhir kami punya time deposit 3-6 bulan cukup tebal, jadi nunggu deposito jatuh tempo baru bisa repricing,” ujar Nixon di Menara BTN, Jakarta, Rabu (27/11).
Penyebab kedua adalah ketatnya likuiditas perbankan. Menurut Nixon, perebutan dana masyarakat masih dilakukan mayoritas bank. Hal ini membuat lembaga keuangan harus berlomba menawarkan suku bunga pendanaan yang tinggi agar mendapat dana masyarakat.
Jika suku bunga pendanaan belum turun, akan sulit bagi bank mengurangi bunga kredit dalam jumlah besar. Karena itu, BTN merasa pelonggaran rasio Giro Wajib Minimum (GWM) mulai awal 2020 akan membantu likuiditas mereka.
Ketiga, BTN mengakui tingginya beban dana (cost of fund) yang masih harus mereka tanggung. Hingga kini rasio beban dana BTN masih di atas 6%.
“Kami proyeksi di awal 2020 kami sudah mulai di bawah 6% dan akan terus turun sampai akhir 2020. Itu ekspektasi kami karena suku bunga kami juga terus berusaha kami turunkan,” katanya.
Untuk menurunkan beban dana, BTN akan melakukan 3 hal mulai 2020. Pertama, bank pelat merah ini berencana mengurangi eksposur di pendanaan wholesale seperti penerbitan surat utang, pinjaman bilateral, dan dana-dana di luar penghimpunan masyarakat.
Kedua, BTN akan fokus menggalang deposito berjangka dari ritel alih-alih institusi. Alasannya, suku bunga deposito berjangka untuk ritel lebih rendah dibandingkan dengan institusi.
“Jadi nanti yang institusi pertumbuhan relatif stagnan tapi yang ritel naik. Karena deposito institusi lebih mahal 1% daripada deposito ritel secara total,” ujarnya.
Ketiga, BTN disebut akan mengalihkan sebagian sumber dana ke tabungan atau dana murah. Hingga kini perseroan belum memiliki rumus menggenjot dana murah, namun Nixon yakin hal tersebut bisa terwujud dalam waktu dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel