Jika Kebijakan Moneter tak Efektif, Fiskal harus Kerja Ekstra

Bisnis.com,03 Des 2019, 16:03 WIB
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Logo Bank Indonesia terlihat di kantor pusat Bank Indonesia di Jakarta, 17 Januari 2019./ REUTERS-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menyatakan berbagai negara menempuh kebijakan moneter longgar namun belum mampu mencegah perlambatan ekonomi dunia sehingga perlu sinergi dengan pemerintah selaku pemangku kebijakan fiskal.

Dilansir dari Laporan Kebijakan Moneter Triwulanan III/2019 dari Bank Indonesia, Selasa (3/12/2019), sejumlah negara telah menurunkan suku bunga acuan seperti Indonesia dalam upaya merespon perlambatan ekonomi global.

Misalnya, Amerika Serikat kembali menurunkan FFR sebesar 25 bps pada Oktober 2019 menjadi 1,50%-1,75%. Pelonggaran kebijakan moneter juga ditempuh oleh berbagai bank sentral lain. Beberapa di antaranya; Bank of Thailand (BoT), Banco Central do Brasil (BCB), Bank of Korea (BOK), Reserve Bank of India (RBI), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Reserve Bank of Australia (RBA), dan Banco de Mexico (BdeM) rata-rata sebesar 25 bps pada bulan Oktober-November 2019.

Beberapa bank sentral seperti BCB, RBI, BSP dan Bank Negara Malaysia (BNM) bahkan diperkirakan masih akan menurunkan suku bunga acuan hingga akhir tahun 2019. Sementara itu, ECB dan BoJ diprakirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya hingga akhir tahun 2019.

The Fed diprakirakan akan menahan suku bunga kebijakan. Penurunan suku bunga sebesar 25 bps pada Oktober 2019 dinilai cukup untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang moderat dan pencapaian sasaran inflasi. Penurunan FFR Oktober 2019 merupakan respons ekstra di tengah inflasi yang persisten rendah. Minutes Federal Open Market Committee (FOMC) Oktober 2019 mengindikasikan tidak ada rencana penurunan kembali FFR dan mendiskusikan opsi kebijakan lain di tengah terbatasnya ruang penurunan FFR.

Hal senada diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, yang mengakui bahwa kebijakan moneter tidak bisa menjadi jalan tunggal menanggulangi gejala perlambatan ekonomi.

“Oleh sebab itu, Bank Indonesia percaya pertumbuhan ekonomi hanya bisa tercapai sesuai target jika ada kerjasama dan sinergi,” terang Destry, Senin (2/12/2019).

Dia menyebut, kondisi ketidakpastian global ini bisa menjadi tantangan dalam pengumpulan investasi jangka panjang. Terutama, investasi untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

Oleh sebab itu dia mendorong selain sinergi dan kerjasama dengan pemerintah, pentingnya melakukan reformasi fundamental atau transformasi ekonomi. Dengan transformasi yang optimal selain meyakinkan investor juga bisa membantu pembiayaan jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini