Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. mengakusisi PT Bank Rabobank International Indonesia (Rabobank Indonesia) dari Grup Rabobank. Berdasarkan keterbukaan informasi, bank milik grup Djarum tersebut menggelontorkan Rp397 miliar.
“Iya betul 100 persen [akusisi saham],” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja kepada Bisnis, Rabu (11/12/2019).
Jahja belum menjelaskan strategi terkait akuisisi tersebut. Namun, berdasarkan keterbukaan informasi BCA mengkaji kemungkinan penggabungan antara Rabobank dengan entitas anak yang lain.
Pada tahun ini juga, BCA merampungkan akusisi bank umum kelompok usaha (BUKU) I, PT Bank Royal Indonesia. BCA mencaplok Bank Royal dengan nilai akuisisi Rp1 triliun.
Terkait Bank Royal, BCA memiliki rencana untuk menjadikan bank kecil tersebut menjadi bank digital. BCA memastikan akan menyuntik modal inti bank agar naik kelas menjadi BUKU II untuk mengoptimalkan layanan digital.
Sementara itu, seperti diberitakan sebelumnya, Rabobank sempat menyatakan pamit dari Indonesia pada 22 April 2019. Keputusan tersebut merupakan bagian utama dari strategi global Rabobank Group terkait visi Banking For Food yang terfokus kepada rantai pasok internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.
Dalam keterangan resmi, Wakil Presiden Direktur Rabobank Indonesia Soemenggrie Jongkamto mengatakan bahwa akuisisi oleh BCA ditandai dengan penandatangan perjanjian jual beli bersyarat (conditional sale and purchase agreement atau CSPA) antara kedua pihak pada 11 Desember 2019, yang tunduk pada persetujuan OJK.
“Para pemegang saham kami dihampiri oleh beberapa pihak yang tertarik dan pada akhirnya mencapai persetujuan dengan BCA. Kami juga percaya hadirnya BCA akan semakin mendukung proses transisi yang baik bagi semua pihak,” kata Soemenggrie.
Sebelumnya, Soemenggrie dalam rapat dengan pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR sempat menyatakan bahwa upaya Rabobank Indonesia mencari investor baru telah dilakukan sejak 2010.
“Ada investor lokal dan asing tetapi tidak ada yang berhasil banyak alasan mereka di antaranya kami tidak sesuai dengan bisnis mereka, kami terlalu kompleks, kami dianggap terlalu kecil, dan lain-lain," katanya.
Adapun melalui RDP dengan Komisi XI tersebut, Rabobank membeberkan kinerja teranyar perseroan. Per November 2019 sisa nasabah korporasi tersisa 2 dari 48 nasabah per Desember 2018.
Selain itu, nasabah komersial sebanyak 26 dari 89, nasabah SME 47 dari 811. Totalnya, per November 2019, nasabah perseroan tersisa 75 dengan saldo pinjaman Rp1,8 triliun dari periode Desember 2018 dengan posisi kredit Rp10,5 triliun dari 948 nasabah.
Menyusutnya nasabah kredit perseroan juga seiring dengan mengecilnya nasabah simpanan. Per November 2019 Rabobank memiliki 1.153 nasabah dengan saldo dana pihak ketiga (DPK) Rp197 miliar. Portofolio tersebut jauh dibanding dengan Desember 2018, di mana Rabobank memiliki 16.019 nasabah dengan saldo DPK Rp7,8 triliun.
Sementara itu berdasarkan laporan keuangan bulanan Desember 2018, pada akhir masa Rabobank beroperasi di Indonesia masih mencatat kerugian sebesar Rp543,91 miliar rupiah. Satu penyebabnya adalah melonjaknya beban kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) pada kredit sebanyak 260,2 persen menjadi Rp603,87 miliar.
Laporan keuangan triwulan ketiga 2018 Rabobank mencatat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bruto sebesar 3,58 persen, naik dari periode yang sebelumnya, 2,86 persen.
Rabobank sempat menyimpan banyak kredit bermasalah pada 2015. Kala itu rasio NPL bruto bank sebesar 8,41 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel