AJB Bumiputera 1912: Berubah Menjadi Semi Mutual, Efektifkah?

Bisnis.com,23 Des 2019, 13:46 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan beraktivitas di Kantor Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta./JIBI-Abdullah Azzam

Wacana perubahan bentuk perusahaan menjadi semi mutual, penyusunan skema bisnis baru, dan penjualan aset menjadi pembahasan dari jajaran direksi baru AJB Bumiputera 1912. Efektifkah menyehatkan perseroan yang dirundung defisit sejak 1997?

Hujan deras mengguyur sesaat setelah Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) AJB Bumiputera dibuka pada Jumat (20/12/2019) di Hotel Bumiwiyata Depok. Rapat tersebut dibuka oleh Direktur Utama Bumiputera Dirman Pardosi beserta jajaran direksi dan komisaris perseroan.

Dirman menjelaskan bahwa Rapimnas akan berlangsung selama tiga hari atau hingga Minggu (22/12/2019). Para pimpinan wilayah dan cabang Bumiputera berkumpul di sana, di antaranya untuk membahas strategi bisnis di bawah kepemimpinan Dirman yang menjabat sejak November 2019 lalu.

Dia mengakui bahwa Bumiputera berada dalam kondisi kritis. Saat ini perseroan memiliki kewajiban outstanding claim hingga Rp4 triliun serta mencatatkan gap aset dan liabilitas hingga Rp23 triliun, selisih yang kian melebar dari tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan dokumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diperoleh Bisnis, defisit Bumiputera pada 1997 tercatat sebesar Rp2,9 triliun. Satu dekade berselang atau pada 2007 defisit tercatat sebesar Rp2,04 triliun, pada 2017 menjadi Rp18,87 triliun dan terus membengkak hingga kini.

Dirman yang merupakan mantan Direktur Utama Bumiputera periode 2011–2013 menjelaskan bahwa saat ini perseroan perlu menggenjot nilai, baik yang bersifat tangible maupun intangible. Oleh karena itu, manajemen baru akan mendorong terobosan yang dapat menarik investor masuk.

“Tidak menutup kemungkinan kombinasi dengan program-program anorganik, misalnya kerja sama dengan investor. [Pernah muncul pembahasan investor untuk masuk ke Bumiputera] karena ada juga yang tertarik, karena melihat Bumiputera memiliki intangible asset,” ujar Dirman kepada Bisnis di sela gelaran Rapimnas, akhir pekan lalu.

Aset tak berwujud tersebut, menurutnya adalah sejarah Bumiputera yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan para pendirinya dan dikenal oleh masyarakat luas. Aset tersebut menurutnya dilihat sebagai propsek bisnis yang berpotensi mendulang cuan.

Calon-calon investor tersebut menurutnya dapat masuk ke anak perusahaan Bumiputera, menjalankan kerja sama operasional (KSO) dalam aset properti perseroan, atau bahkan menjadi pemegang saham entitas perusahaan utama.

“Ya mungkin partially demutualisasi. Mutual tetap kami pertahankan mayoritas, tapi tetap bisa saja investor masuk sebagian, ya maksimal 49% misalnya. Nanti hitung-hitungannnya ada lah ya,” ujar dia.

Bisa Menyalahi Anggaran Dasar

Namun, masuknya investor tersebut tidak sejalan dengan nyawa Bumiputera sebagai perusahaan mutual, yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh para pemegang polis. Meskipun begitu, perubahan bentuk menjadi semi mutual itu telah menjadi pembahasan manajemen Bumiputera. 

Ketua Himpunan Pemegang Polis Bumiputera (Pempol Bumi) Jaka Irwanta menegaskan bahwa perseroan tidak dapat berbentuk setengah mutual karena menyalahi Anggaran Dasar (AD). Dia pun menilai bahwa direksi saat ini hanya akan melakukan penjualan aset dan tidak akan mengubah bentuk perusahaan.

“Jika membutuhkan investor maka harus dilakukan proses hukum demutualisasi, aturan itu sudah ada di AD Bumiputera. Selama masih mutual enggak bisa ada investor,” ujar Jaka kepada Bisnis, Minggu (22/12/2019).

Dia menilai bahwa penjualan aset saja bukan perkara mudah, apalagi perubahan bentuk perusahaan. Oleh karena itu, menurut Jaka, perlu terdapat pembenahan aspek hukum untuk menyelesaikan seluruh masalah Bumiputera.

“Jika tidak punya program yang masuk akal untuk membayar klaim, mau menunggu sepuluh tahun pun enggak akan bisa bayar klaim. Kalau dalam 100 hari Direktur Utama tidak mampu membayar klaim, maka lebih baik mundur saja daripada tidak mampu,” ujar Jaka.

Sementara itu, pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai bahwa wacana perubahan bentuk perusahaan merupakan salah satu kemajuan atau solusi realistis dari masalah akut Bumiputera, dengan tidak mempertahankan status quo bentuk perusahaan mutual.

Irvan yang merupakan Mantan Komisioner Bumiputera pada 2012, saat Dirman menjabat sebagai Dirut, menjelaskan bahwa perubahan bentuk mutual harus disetujui oleh setengan tambah satu dari total pemegang polis, atau setara 2/3 dari nilai pertanggungan.

“AD Bumiputera hanya mengatur demutualisasi penuh, tidak seperti ide Pak Dirman. Untuk merevisi AD harus melalui Sidang Luar Biasa Badan Perwakilan Anggota [BPA] dan perlu dikaji juga kaitannya dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas,” ujar Irvan kepada Bisnis, Minggu (22/12). 

Dia menilai bahwa solusi paling realistis untuk memenuhi kewajiban perseroan adalah penjualan aset, karena Bumiputera tidak memiliki pemegang saham pengendali yang dapat dimintai setoran modal.

Dirman menjelaskan bahwa berdasarkan kalkulasi jajaran direksi saat ini, masalah outstanding claim baru dapat diselesaikan dalam empat tahun. Adapun, dengan kalkulasi optimistis, seluruh masalah perseroan baru dapat terselesaikan dalam 15 tahun, artinya akan lebih lama lagi jika hasil terbaik tak tercapai.

Di bawah kepemimpinan wajah lama, akankah ada terobosan baru dari satu-satunya perusahaan asuransi mutual tersebut?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Taufikul Basari
Terkini