Penerimaan Subsektor Migas Berpotensi Meleset

Bisnis.com,30 Des 2019, 10:09 WIB
Penulis: David Eka Issetiabudi & Ni Putu Eka Wiratmini
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Penerimaan negara dari sektor migas pada 2019 diperkirakan meleset dari target Rp234,8 triliun. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian tahun lalu yang melampaui target 182%.

Kondisi harga komoditas dan merosotnya kinerja produksi minyak dan gas bumi (migas) menjadi faktor penentu realisasi penerimaan negara dari sektor ini yang jauh dari target.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan faktor eksternal yang menjadi penyebab beratnya mencapai target penerimaan migas 2019.

"Kita lihat ICP [harga minyak minyak Indonesia] dan faktor eksternal begitu, jadi memberatkan kinerja [penerimaan migas]," tuturnya di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (26/12/2019).

Berdasarkan data pemerintah, penerimaan migas 2019 yang terdiri dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan PPh Migas ditargetkan mencapai Rp234,8 triliun.

Sementara itu, realisasi PNBP per 20 Desember 2020 tercatat Rp159,78 triliun dari target Rp168,6 triliun. Di sisi lain, realisasi PPh migas tercatat Rp52,89 triliun dari target Rp66,2 triliun hingga November.

Pada tahun lalu, realisasi penerimaan sub sektor migas mencapai Rp215,03 triliun atau 172,87% dari target APBN 2018 yang ditetapkan sebesar Rp 124,60 triliun.

Terpisah, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut asumsi ICP 2019 yang dipatok US$70 per barel, meleset dengan kondisi riil. Selain itu, Dwi mengatakan kondisi harga gas dunia yang merosot juga memengaruhi produksi gas alam cair (LNG) tahun ini.

"Harga rata-rata penjualan gas [masih] di bawah tahun lalu, ataupun asumsi APBN 2019," tuturnya, kepada Bisnis.

Faktor lain yang memengaruhi melesetnya PNBP migas adalah penurunan alamiah produksi siap jual (lifting) minyak. Dwi mengatakan penurunan alamiah produksi minyak sebesar 3% - 4% per tahun.

Menurutnya, solusi untuk menghentikan penurunan alamiah produksi tidak dapat dilakukan secara instan dan memerlukan langkah jangka panjang.

"Lifting gas tahun ini juga mengalami beberapa curtailment [pembatalan produksi] karena harga gas jelek yang biasanya kita jual LNG seharga US$7 US$8, pada pertengahan tahun ini seharga US$3 - US$4," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Bunga Citra Arum Nursyifani
Terkini