Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membongkar kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dianggap bisa mengganggu upaya penyelamatan perseroan.
Anggapan ini dikemukakan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto. Menurut Eko, proses restrukturisasi dan aksi korporasi bisa terhambat jika persoalan yang membelit Jiwasraya diselesaikan melalui Pansus terlebih dulu.
"Kami menghargai hak politik DPR atas pembentukan Pansus, tetapi ini dikhawatirkan terlalu dipolitisir hingga menelantarkan substansi yang ingin dicapai, yaitu stabilitas kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban pembayaran terhadap nasabah," kata Eko dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (10/1/2020).
DPR telah berencana membentuk Pansus untuk membongkar kasus Jiwasraya sejak awal Desember 2019. Rencana ini didukung sejumlah fraksi di parlemen seperti PDI Perjuangan, PKB, Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PPP.
Menurut Indef, seluruh pihak terkait dengan harus melakukan refleksi sebelum memutuskan pembentukan Pansus Jiwasraya. Dia menyebutkan tidak ada salahnya DPR melihat pembentukan Pansus Bank Century beberapa tahun lalu yang dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah secara optimal.
"Jangan sampai kasus Jiwasraya ini hanya isu politik doang dan tidak menentu kepada subtansi masalah, terutama untuk pengembalian uang nasabah," katanya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyatakan adanya indikasi kerugian sekitar Rp10,4 trilun dari transaksi saham dan reksa dana yang dilakukan Jiwasraya.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, berdasarkan Hasil Pemeriksaan Investigasi Pendahuluan BPK terhadap Jiwasraya, terdapat aktivitas investasi yang tidak sesuai ketentuan kepada perusahaan berkualitas rendah.
Kasus dugaan korupsi ini dikhawatirkan berdampak sistemik di sektor jasa keuangan, khususnya asuransi, karena ada 17.000 investor dan 7 juta nasabah yang dikelola Jiwasraya.
“Ini mengapa bisa menjadi sistemik karena kasus ini besar sekali, bukan diukur dari nilai aset saja, melainkan yang dilihat nilai bukunya. Misalnya, kasus Century yang awalnya [kerugian negara] hanya Rp678 miliar, tetapi kemudian berkembang jadi Rp6,7 triliun,” kata Agung, Rabu (8/1).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah bersuara menanggapi temuan BPK ini. Dia mengaku akan mengkaji lebih jauh temuan BPK.
"Kami akan teliti lebih jauh [temuan BPK] soal aspek-aspek temuan itu. Dari sisi kerugian dan kejahatan memang sudah disampaikan oleh Pak Jaksa Agung bersama dengan KPK," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel