Kinerja Ekspor Alas Kaki Melorot

Bisnis.com,15 Jan 2020, 08:52 WIB
Penulis: Oktaviano DB Hana
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi-Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Persepatuan Indonesia menilai realisasi kinerja industri alas kaki sepanjang 2019 bakal melorot seiring dengan penurunan realisasi ekspor serta pasar domestik yang tertekan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri menjelaskan hingga November 2019 realisasi kinerja ekspor alas kaki nasional turun di kisaran 12%. Menurutnya, kinerja itu tidak akan banyak berubah pada Desember 2019.

"Data November masih turun. Tidak mungkin realisasi Desember yang meningkat bisa memperbaiki kinerja [sepanjang tahun]," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (14/1/2020).

Kinerja ekspor produk alas kaki tidak berubah dari realisasinya pada akhir kuartal III/2019. Firman mengatakan pada Januari - September 2019 kinerja ekspor bahkan anjlok 12,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Aprisindo pun telah merevisi target pertumbuhan ekspor setelah pada awal tahun berharap kinerjanya bertumbuh setidaknya 10% pada 2019.

"Kinerja ekspor ini bisa menurun lebih signifikan dan kinerja 2019 menjadi terendah dalam 10 tahun terakhir."

Firman mengatakan pelaku industri alas kaki kesulitan mendapatkan bahan baku yang terjangkau setelah berlakunya tindakan pengamanan atau safeguard berupa bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sejak November 2019. Kondisi ini membuat pelaku industri sulit untuk memanfaatkan peluang di pasar domestik yang cukup dipenuhi produk impor.

Menurutnya, regulasi yang baru berlaku pada November 2019 itu membuat pelaku industri tidak bisa menyerap bahan baku tekstil impor untuk produksi. Bila mengimpor, katanya, harga bahan baku tekstil itu melonjak signifikan dibandingkan sebelumnya.

Di sisi lain, pasokan bahan baku dalam negeri cenderung sulit didapat dan mahal. Dia menjelaskan permintaan industri alas kaki untuk bahan baku tekstil memang seringkali beragam jenis, tetapi jumlahnya kecil.

Dengan begitu, bila dipenuhi pun harga yang dikenakan oleh produsen tekstil dalam negeri sangat mahal. "Ini butuh perhatian pemerintah agar kami bisa memanfaatkan pasar domestik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Galih Kurniawan
Terkini