Sita Jaminan Fidusia, YLKI: Penyelesaian Idealnya di Tingkat Produsen

Bisnis.com,15 Jan 2020, 19:26 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Multifinance/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai bahwa penyelesaian masalah eksekusi objek jaminan fidusia harus diterapkan secara piramida konsumen, yakni mengutamakan penyelesaian di tingkat produsen.

Wakil Ketua YLKI Sudaryatmo menjelaskan bahwa berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi tentang eksekusi objek jaminan fidusia saat ini berpotensi membuat langkah penyelesaian akan menumpuk di pengadilan.

Padahal, menurut dia, penyelesaian tersebut semestinya menerapkan prinsip piramida penyelesaian konsumen. Penyelesaian di tingkat paling bawah atau yang terbanyak harus dilakukan oleh produsen, yakni perusahaan pembiayaan.

"Di tingkat paling bawah itu produsen, diselesaikan dulu dengan komunikasi, lihat itikad dari konsumen, somasi, baru eksekusi objek jaminan fidusia jika konsumen sukarela," ujar Sudaryatmo pada Rabu (15/1/2020).

Tingkatan kedua penyelesaian menurutnya semestinya dilakukan oleh pihak ketiga, seperti YLKI dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Setelah itu, jika masalah belum kunjung dapat diselesaikan baru dilimpahkan ke pengadilan, yakni tingkatan paling tinggi.

Dia menilai bahwa jika seluruh penyelesaian dilimpahkan di pengadilan akan terdapat penumpukan kasus dan berpotensi memperlambat proses eksekusi jaminan fidusia. Hal tersebut, menurut Sudaryatmo berpotensi menghambat jalannya bisnis pembiayaan.

Adapun, YLKI mencatat terdapat 32 pengaduan terkait industri pembiayaan dari total 263 pengaduan industri jasa keuangan sepanjang 2019. Dari jumlah tersebut, sektor perbankan mencatatkan 106 aduan, pinjaman online 96 aduan, asuransi 21 aduan, dan uang elektronik 8 aduan.

Seperti diketahui, pada Senin (6/1/2020) Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengeluarkan putusan mengenai eksekusi jaminan fidusia harus lewat pengadilan. MK mewajibkan eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak diserahkan sukarela oleh debitur mesti mengikuti prosedur eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Fidusia, menurut UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Pemilik benda bertindak sebagai pemberi fidusia (debitur), sedangkan penerima fidusia (kreditur) adalah pihak yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Sertifikat jaminan fidusia—yang berisi identitas pemberi dan penerima fidusia, uraian benda, nilai penjaminan, hingga nilai benda—mencantumkan kalimat ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’ seperti bunyi putusan pengadilan.

Awalnya, Pasal 15 ayat (2) UU No. 42/1999 tentang Fidusia mengatur bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Selanjutnya, Pasal 15 ayat (3) UU 42/1999 menyatakan penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri apabila debitur cidera janji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini