Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Artos Indonesia Tbk. menerbitkan 15 miliar saham baru dengan nominal Rp100 per saham, atau senilai total Rp1,5 triliun. Perusahaan milik Jerry Ng dan Patrick Walujo akan mengambil haknya sebagai pemegang saham pengendali dalam aksi korporasi tersebut.
“Pemegang saham yang tidak melaksanakan HMETD [hak memesan efek terlebih dahulu] akan mengalami dilusi maksimum sebesar 92,56 persen setelah periode pelaksanaan HMETD,” demikian mengutip keterbukaan informasi yang dikutip Bisnis, Senin (20/1/2020).
Saat ini, Jerry Ng melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia adalah pemilik 37,65 persen saham emiten berkode ARTO tersebut. Patrick Walujo melalui Wealth Track Technology Limited menggenggam 13,35 persen, sedangkan sisanya dimiliki oleh publik 49 persen.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jerry dan Patrick mengakuisisi Bank Artos dari keluarga Arto Hardy. Duet bankir senior dan investor ini berniat menjadikan ARTO sebagai bank digital yang fokus menggarap kredit.
Suntikan dana segar tersebut akan melambungkan modal inti Bank Artos untuk mengoptimakan kinerja. Setelah pelaksanaan HMETD atau rights issue, perseroan akan memiliki modal inti Rp1,62 triliun.
Dalam keterbukaan informasi disebutkan bahwa sebanyak 90 persen dana hasil HMETD akan digunakan untuk penyaluran kredit. Sebanyak 5 persen untuk investasi infrastruktur bidang teknologi dan informasi, sedangkan sisanya belanja modal kerja dan operasional perusahaan.
Sementara itu, per September 2019, Bank Artos mencatat rugi periode berjalan sebesar Rp19,1 miliar, atau naik 87,5 persen yoy. Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan pendapatan bunga bersih sebesar Rp11,8 miliar yang merupakan dampak dari penurunan portofolio kredit sebesar 15,2 persen yoy.
Berdasarkan prospektus HMETD, risiko utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kelangsung usaha perseroan adalah risiko kredit. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) kotor per 30 September 2019 sebesar 5,73 persen, naik dari posisi Desember 2018 4,97 persen. Rasio NPL tersebut dipengaruhi oleh adanya penurunan usaha debitur pada segmen usaha tertentu dan tekanan ekonomi makro.
Adapun upaya-upaya untuk mengoptimalkan pengembalian kredit dilakukan dengan pola restrukturisasi atau penyelesaian secara tunai bertahap atau pola persuasif lainnya. Di antaranya adalah penyelesaian secara tunai sekaligus atau penyerahan aset dan dengan litigasi, yaitu eksekusi jaminan kebendaan, kepailitan atau upaya hukum lainnya, dengan mempertimbangkan recovery rate.
Jumlah penyisihan kerugian penurunan nilai yang dibentuk pada tanggal 30 September 2019, 31 Desember 2018 dan 2017 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perseroan pun yakin penyisihan tersebut cukup untuk menutupi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang diberikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel