LPSK : Penyiksaan Saat Interogasi Harus Ditinggalkan

Bisnis.com,22 Jan 2020, 23:43 WIB
Penulis: MG Noviarizal Fernandez
Terdakwa pengunjukrasa pada aksi pelajar, Dede Lutfi Alfiandi (kanan) memeluk ibunya Nurhayati Sulistya (kiri) sebelum mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019). Lutfi didakwa melanggar Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 KUHP atau Pasal 217 ayat 1 KUHP atau Pasal 218 KUHP./Antara-Dhemas Reviyanto

Bisnis.com,JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menilai, praktik penyiksaan dalam interogasi kepada tersangka mesti ditinggalkan oleh Kepolisian.

Selain telah banyak aturan di Indonesia yang melarangnya, praktik semacam itu justru akan merenggut keadilan seseorang. Pasalnya, metode pemeriksaan dengan penyiksaan oleh penyidik akan berakibat pada pengambilan keputusan oleh hakim berdasarkan keterangan yang salah.

Pernyataan ini disampaikan untuk meresponS dugaan penyiksaan yang dialami Lutfi Alfiandi, pelajar yang menjadi terdakwa kasus kerusuhan dalam demonstrasi pelajar SMK di gedung DPR beberapa bulan yang lalu. Dalam proses persidangan, Lutfi mengaku disetrum dan dipukul selama proses pemeriksaan.

Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Manager Nasution, terlepas dari kasus Lutfi, tindakan penyiksaan dalam proses interogasi tidak pernah dibenarkan dalam situasi apapun.

“Penyiksaan adalah pelanggaran hukum dan merupakan bentuk abuse of power, apalagi ini dilakukan kepada seorang anak, mestinya ada pendekatan dengan perspektif perlindungan anak.” ujar Nasution, Rabu (22/1/2020).

Dia menjelaskan, aturan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, hingga penahanan ada dalam KUHAP. Pasal 52 KUHAP yang menyatakan Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Lalu pada pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.

Lebih jauh dari itu, Nasution berpandangan jika benar Lutfi mengalami penyiksaan, maka secara Berita Acara Penyidikan (BAP) menjadi tidak sah secara hukum dan dapat dijadikan dasar pembatalan dakwaan di pengadilan.

Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia, yang berbunyi segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan dan penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti.

Untuk itu, Nasution meminta Kepolisian untuk pro aktif melakukan penyelidikan atas dugaan penyiksaan kepada Lutfi, agar isu yang berkembang tidak semakin liar.

“Kalau benar terbukti ada oknum penyidik melakukan penyiksaan, saya berharap pelaku dapat dikenakan sanksi tegas, bila perlu dipecat, agar menjadi peringatan bagi penyidik lainnya” pungkas Nasution.

Polisi Menyangkal

 Terkait pengakuan terdakwa di pengadilan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan bahwa Polri akan menunggu hingga putusan sidang dengan terdakwa Dede Lutfi Alfiandi.

"Biarkan sidang berjalan sampai selesai. Nanti akan jelas, selesai putusannya seperti apa," kata Brigjen Argo, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu, mengomentari kesaksian Dede yang mengaku dianiaya penyidik saat dimintai keterangan di Polres Metro Jakarta Barat.

Menurut Argo, polisi telah melaksanakan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus ini sesuai prosedur yang berlaku. "Kami hormati proses sidang. Nanti selesai dulu," katanya.

Adapun Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mempersilakan Dede Alfiandi untuk melapor ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya apabila merasa ada kejanggalan selama dirinya menjalani proses penyelidikan di kepolisian.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Polisi Teuku Arsya membantah anggotanya menganiaya Lutfi Alfiandi, "pembawa bendera" dengan cara disetrum saat dimintai keterangan di Mapolres Metro Jakarta Barat.

Arsya membantah anggota penyidiknya memaksa Lutfi untuk mengakui dirinya adalah pelempar batu ke arah polisi selama demo mahasiswa dan pelajar STM menolak RUU KUHP.

"Enggak mungkin, kita kan polisi moderen, dia mengaku karena setelah itu ditunjukan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan," ujar Arsya saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Selain itu, Arsya mengatakan tidak ada perlakuan menyetrum Lutfi saat penyidik meminta keterangan atas perbuatannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Miftahul Ulum
Terkini