Indeks Persepsi Korupsi : Meski Membaik, Tata Kelola Politik dan Hukum Jadi Penghambat

Bisnis.com,23 Jan 2020, 18:52 WIB
Penulis: Rayful Mudassir

Kabar24.com, JAKARTA — Indonesia mencatatkan skor 40 dari 100 terhadap Corruption Perception Index (CPI) atau Persepsi Korupsi Indonesia 2019. Tata kelola politik dan hukum dinilai masih menjadi penghambat naiknya skor tersebut.

Skor ini naik dua poin dari tahun sebelumnya yaitu 38. Perolehan tersebut memperbaiki ranking negara korupsi dari 89 pada 2018 menjadi 85 pada 2019.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan kenaikan dua poin tersebut disebabkan karena adanya perbaikan tata kelola bisnis.

“Tapi tata kelola bidang politik, tata kelola hukum masih jauh. Kalau dua [sektor] ini diperbaiki maka skornya bisa lebih tinggi lagi,” katanya di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Dia menjelaskan tata kelola bisnis yang dimaksud seperti proses ekspor impor yang semakin baik, cukai, kuota perdagangan, izin investasi mulai membaik hingga berkurangnya pungutan liar.

Artinya kemudahan berusaha mulai meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi kondisi itu tidak diimbangi dengan tata kelola politik termasuk partai dan tata kelola di bidang hukum.

“Kan pebisnis itu tidak hanya butuh ngurus izin saja tapi kalau mereka punya sengketa, dipalakin tidak. Kalau dia punya masalah hukum diperas-peras tidak. Kalau dia punya kontrak ada kepastianya nggak kontrak ini bisa jadi pegangan bersama kalau ada perselisihan,” terangnya.

Dadang memperkirakan apabila pemerintah memperbaiki seluruh kata kelola tersebut, Indonesia akan mencapai skor indeks persepsi korupsi di atas angka 50.

Dia menilai perlu perjuangan besar untuk mengimbangi tiga sektor tersebut termasuk Presiden. Apabila perubahan di tahun ini tidak signifikan, maka akan berdampak pada penurunan skor indeks atau mengalami stagnansi.

“Tata kelola parta, pembenahan pengadaan, pembenahan penganggaran, pembenahan di bidang refirmasi birokrasi yang profesional,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini