Nilai Ekspor Persepatuan Diprediksi Kembali Membaik

Bisnis.com,30 Jan 2020, 16:28 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Pengunjung memperhatikan koleksi sepatu di sela-sela konferensi pers BCA Jakarta Sneaker Day 2019, di Jakarta, Jumat (18/1/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com,JAKARTA - Asosiasi Persepatuan Indonesia (Asprisindo) menyatakan nilai ekspor dan investasi industri alas kaki pada 2020 dapat lebih baik dari 2 tahun silam.

Proyeksi pelaku usaha dapat terjadi jika omnibus law dan negosiasi perjanjian ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa (EU-CEPA) rampung pada  tahun ini.

Seperti diketahui, nilai ekspor alas kaki pada 2018 mencapai US$5,1 miliar. Namun, angka tersebut melorot sekitar 12% pada 2019 menjadi sekitar US$4,4 miliar. Kecepatan penyelesaian CEPA antara Uni Eropa dan Vietnam ditenggarai menjadi alasan utama penurunan tersebut.

"Dengan relokasi di Jawa Tengah, kita bisa lebih kompetitif.Kemudina kita masih berharap output positif dari Omnibus Law dan negosiasi [CEPA] dengan Uni Eropa. Kalau aspek-aspek positif itu bisa terealisasi, [performa industri] bisa lebih dari 2018," ujar Direktur Eksekutif Asprisindo Firman Bakrie kepada Bisnis.com, Rabu (29/1/2020).

Adapun, peningkatan daya saing dari relokasi tersebut disebabkan oleh daya saing upah minimum di Jawa Tengah. Asosiasi mencatat upah minimum karyawan (UMK) di dalam negeri meningkat 38 persen pada 2016 - 2019.

Walaupun peningkatan UMK domestik lebih pesat dari negara-negara kompetitor, UMK di Brebes dinilai dapat masih jauh lebih atraktif dibandingkan Qingyuan maupun Hunan yang hanya naik 17 persen dan 18 persen pada periode yang sama.

Adapun, UMK Brebes pada 2019 berada di level US$129/bulan, sedangkan Qingyuan dan Hunan  masing-masing US$201/bulan dan US$174/bulan. Adapun, Vitnam yang berhasil menorehkan pertumbuhan nilai ekspor sekitar 14 persen pada 2019 memiliki UMK US$190/bulan.

Firman menyampaikan saat ini pabrikan hasil relokasi di Jawa Tengah masih memasuki tahap awal produksi. Adapun, tenaga kerja yang diserap baru mencapau 300 orang.

"[Relokasi pabrik] di Jawa Tengah sebenarnya mendorong daya saing kami di luar. Kita harap order rambah lagi, artinya kapasitas tambah, artinya [investasi tambah]," jelasnya.

Di sisi lain, Firman mengemukakan industri alas kaki domestik belum dapat menjaring proyek-proyek yang membutuhkan kecepatan produksi. Pasalnya, industri penunjang di dalam negeri belum tersedia.

"Kalau bisa disediakan di dalam negeri dan harganya kompetitif, pasti akan meningkatkan daya saing kami," katanya.

Hal tersebut berkaitan dengan niatan pemilik merek internasional untuk memperdalam struktur industri produknya di negara pembuat. Firman menilai hal tersebut akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan industri alas kaki tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: David Eka Issetiabudi
Terkini