Produsen Alat Kesehatan RI Tak Mampu Manfaatkan Potensi Global

Bisnis.com,31 Jan 2020, 17:15 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Pekerja menjemur kain kasa di sebuah industri pembuatan kain kasa, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (24/2)./Antara-Harviyan Perdana Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Kemampuan produksi alat kesehatan dalam negeri belum mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan momentum peningkatan permintaan global.

Pasalnya, dari segi kapasitas produksi, pelaku usaha menyatakan fokus bisnis masih diarahkan ke kebutuhan dalam negeri. Manajer Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) Ahyahudin Sodru mengatakan, adanya permintaan ekspor masker ke China merupakan suatu hal yang berada di luar rencana.

Guna memenuhi kebutuhan luar negeri, pelaku usaha disebutnya perlu menyusun rencana bisnis yang matang lantaran ekspor alat kesehatan bukanlah perkara yang mudah.

Peningkatan kapasitas produksi nasional sendiri menurut Ahyahudin masih harus berkutat dengan kendala bahan baku yang masih disumbang oleh barang-barang impor.  Dia mencontohkan kebutuhan peralatan elektornik, karet sintetis, dan besi untuk implan sebagai sejumlah bahan baku yang dipasok dari luar.

"Sebagian besar anggota kami masih berfokus untuk pemenuhan dalam negeri karena kebutuhan dalam negeri sendiri masih sangat tinggi. Bahkan ada sejumlah produk yang masih diimpor," tuturnya, ketika dihubungi Bisnis, Jumat (31/1/2020).

Dalam hal perluasan ekspor, Ahyahudin menjelaskan bahwa pelaku usaha harus menghadapi tantangan sertifikasi. Untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat misalnya, dia menjelaskan bahwa produk yang bakal dikirim harus memenuhi standar lingkungan.

"Permintaan produk yang tersertifikasi ini menimbulkan tantangan. Selain itu tidak semua proses sertifikasi bisa dilakukan di dalam negeri," jelasnya.

Kendati demikian, dia mengyebutkan sejumlah produk alat kesehatan buatan dalam negeri telah secara rutin di kirim ke negara-negara tersebut. Produk tersebut antara lain tensimeter dan stetoskop.

Ahyahudin pun mengakui bahwa secara umum bisnis produksi alat kesehatan cukup terimbas kisruh utang BPJS Kesehatan terhadap rumah sakit. Dia menjelaskan bahwa pihak rumah sakit cenderung menunda pembelian karena kendala penerimaan.

"Karena kesulitan cash flow, pihak rumah sakit menunda pembelian. Ada pula rumah sakit yang menyiasati dengan pembayaran cicilan," jelasn

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini