Lebih sedikit dari 25 menit, Sunarso bicara. Dia ‘berapi-api.’ Suaranya kencang pada beberapa bagian. Ada tekanan pada sejumlah kata. Bahkan, kata-kata itu terucap berulang-ulang. Yang pasti, Kamis (30/1/2020) malam itu, dia tidak sedang berkampanye.
Belum tepat 5 bulan Sunarso menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Dia baru ditunjuk secara resmi lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Senin (2/9/2019), menggantikan Suprajarto.
Sebelum mengisi posisi Dirut BRI, Sunarso menjabat sebagai Wakil Dirut bank ‘wong cilik’ itu sejak Januari 2019. Posisi ini juga ditempati Sunarso pada periode 2015-Oktober 2017, sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Pegadaian (Persero). Tidak begitu lama.
Kamis (30/1/2020) malam, kemarin boleh jadi adalah satu momen ‘penting’ buat Sunarso. Jika tak salah, ini pertama kalinya dia bertemu dengan pemimpin redaksi dari berbagai media massa, sejak ditunjuk jadi nakhoda bank ‘wong cilik’. Acaranya santai. Bertajuk Pemred Gathering Bank BRI.
Beberapa hari sebelumnya, BRI merilis laporan keuangan. Hasilnya bikin decak kagum. Bank pelat merah itu mencetak laba Rp34,41 triliun, atau naik 6,15% dari tahun sebelumnya. Aset BRI kini mencapai Rp1.416,8 triliun. Terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Total penyaluran kredit BRI kini mencapai Rp907,4 triliun. Terbesar di antara industri perbankan nasional. Dari jumlah itu, 78% disalurkan ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Simpanan BRI, alias dana pihak ketiga tembus Rp1.021,39 triliun.
Memang ada kenaikan kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL). Namun, NPL yang kini berada di level 2,8% itu telah di-cover dengan cadangan yang cukup.
Cerita sukses itu kembali diungkapkan oleh Sunarso di hadapan tamu yang hadir. Dengan bersemangat, tentunya. Dia hafal angkanya di luar kepala. “Saya hafal, karena setiap hari saya monitor,” ujar Sunarso.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sunarso (tengah), didampingi direksi lainnya memberikan penjelasan mengenai kinerja perusahaan di Jakarta, Kamis (23/1/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Lalu, setelah membeberkan semua pencapaian itu, Sunarso melempar tanya. “Mau dibawa ke mana BRI?”
Soal ini pun dijawab dengan tegas. BRI, ujarnya, tetap harus fokus ke UMKM. Targetnya, BRI akan melayani rakyat sebanyak mungkin, dengan biaya semurah mungkin.
“Tidak ada cara lain. Target market-nya lebih kecil, lebih kecil lagi. Go smaller. Tenornya lebih pendek, lebih pendek lagi. Go shorter. Prosesnya harus lebih cepat, lebih cepat lagi. Go faster. Dengan itulah, kami bisa lebih murah, lebih murah lagi. Go cheaper.”
Sunarso punya strategi menempuh target itu. Tidak ada cara lain selain mentransformasikan bank tersebut menjadi digital untuk mencapai efisiensi proses dan menciptakan value baru dengan new business model.
Bagi Sunarso, menjadi digital adalah hal yang gampang. Asal punya duit, semua orang bisa melakukannya. Belanja IT sebanyak-banyaknya. Namun, diakui dia, hal tersebut bukan yang utama.
Di atas itu, butuh perilaku tertentu. Mindset tertentu. Mindset tersebut harus ditularkan oleh pemimpin. Leader. Pemimpin yang mampu mengalirkan value dari atas ke semua lapisan untuk mendukung perjalanan proses digital itu. Pada gilirannya, mindset itu akan membentuk culture.
“IT ada pabriknya, ada vendornya. Siapapun bisa beli. Culture tidak ada pabriknya. Dia ada di hati masing-masing kita. Maka dari itu, diperlukan seorang leader.”
Sunarso menegaskan lagi. “Tugas CEO yang utama adalah meng-create value. Bukan yang lain-lain!”
Ini sejalan dengan visi BRI yang tengah mengejar target sebagai The Most Valuable Bank in South East Asia & Home to The Best Talent.
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai manditi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan
Sunarso sadar betul bahwa dia harus ‘menciptakan nilai’ bagi BRI. Nilai-nilai itu ditujukan bagi semua stakeholders bank tersebut, entah itu pemegang saham, nasabah, karyawan, ataupun ‘kelompok penekan’ lainnya.
Dengan pemegang saham, misalnya, nilai-nilai itu harus ter-deliver antara lain lewat kinerja keuangan yang baik, laba yang tumbuh signifikan, atau harga saham yang meningkat.
Lain lagi jika berhadapan dengan nasabah. Tentu bukan kinerja keuangan ataupun harga saham yang jadi ukurannya, karena value tidak melulu berupa laba. Tidak melulu duit.
Ketika berhadapan dengan nasabah, maka wujud ‘nilai’ yang diberikan adalah berupa layanan. Layanan prima di luar ekspektasi para nasabahnya.
Dengan karyawan, bank ini berkomitmen menjalankan Good Corporate Governance (GCG), sehingga menjadi idaman para pekerja. Value-nya adalah menyediakan tempat kerja yang kondusif untuk menumbuhkembangkan karier yang optimal. Home to The Best Talent.
Menurut Sunarso, seluruh alokasi resource-nya harus menjadi dua hal: duit dan nama baik.
Stakeholder lainnya adalah masyarakat. Sunarso sepakat bahwa kebanggaan sebagai bank dengan pencapaian laba fantastis hingga Rp34 triliun, tetapi tak ada artinya jika mereka tak mampu memberi manfaat untuk masyarakat. Soal ini, BRI akan menggenjot program kepedulian sosial dengan brand 3P, pro planet, pro profit, dan pro people.
Nah, bagaimana jika berhadapan dengan ‘pressure group’ alias kelompok penekan? Suaranya meninggi. Pertanyaan itu diulang-ulang. Dia pun menjawab sendiri. “Bawa diri baik-baik...” Gelak tawa pun pecah di seisi ruangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel