Kasus Pembobolan Rekening: Kontrol Internal Bank Jadi Kunci

Bisnis.com,06 Feb 2020, 20:51 WIB
Penulis: Maria Elena
Polda Metro Jaya meringkus 8 tersangka tindak pidana pencurian dan pembobolan bank milik Ilham Bintang, Rabu (5/2/2020). JIBI/Bisnis-Sholahuddin Al Ayyubi

Bisnis.com, JAKARTA - Peran bank harus ditingkatkan untuk dalam mencegah kasus seperti pembobolan rekening milik wartawan senior Ilham Bintang.

Direktur Operation, IT & Digital Banking Bank BTN Andi Nirwoto mengatakan pada kasus pembobolan rekening peran bank mesti ditingkatkan untuk memperkuat serta memperketat kontrol internal dan supervisi.

Penyebab pembobolan rekening Ilham Bintang yang menyebabkan kerugian hingga Rp300 juta disebutkan karena bocornya data Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan.

Menurut Andi, akses untuk SLIK OJK memiliki tata kelola yang telah diatur, sehingga data di dalamnya aman. Yang harus menjadi perhatian adalah aspek people atau person.

"Aturan sebenarnya sudah jelas, juga di masing-masing bank ada aturan juga, terkait pengaturan kewenangan akses. Sistem apapun kalau integritas orang yang berwenang tidak baik, ya bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya kepada Bisnis, Kamis (6/2/2020).

Andi mengatakan perbankan dalam hal keamanan data, memang harus memandang lebih komprehensif, tidak hanya aspek teknologi, tetapi juga prosedur atau tata kelola dan juga aspek person.

"Siapa yang boleh akses dan untuk tujuan apa, supervision, harus clear dan juga tentunya menjaga integrity person menjadi kata kunci," jelas Andi.

Seperti diketahui, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka pada kasus pembobolan rekening Ilham Bintang.

Menurut pengakuan salah satu tersangka, H [Hendri], yang merupakan penyuplai data Ilham Bintang kepada D [Desar], yang merupakan otak utama penjebolan rekening, dirinya mendapatkan data dari SLIK OJK.

Menurutnya, yang juga staf IT di salah satu BPR, dia mendapatkan akses data SLIK OJK melalui Direktur BPR tersebut.

Dari akses di SLIK OJK, Hendri menjual data-data tersebut bervariasi, mulai dari Rp75.000 hingga Rp100.000 dan termahal satu paket seharga Rp340.000. Data itu kemudian dijual melalui salah satu akun di Facebook.

Atas perbuatannya, delapan tersangka itu dijerat dengan Undang-Undang Pasal 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 363 dan 263 KUHP, serta Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini