Pengamat: Target Lifting Minyak 1 Juta Barel Bisa Dicapai, Asal…

Bisnis.com,09 Feb 2020, 21:41 WIB
Penulis: Muhammad Ridwan

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat energi menilai target pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak menjadi 1 juta barel per hari pada 2025 bukan hal yang mustahil dan sulit di capai asalkan didukung adanya percepatan-percepatan pada berbagai aspek.

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa untuk mencapai target lifting minyak 1 juta barel per hari (BOPD), catatannya adalah adanya konsitensi dari pemerintah dan juga kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam menjalankan work plan and budget (WPNB) yang dilakukan setiap tahunnya.

Di samping itu, untuk mencapai target tersebut, dia menilai diperlukan akselerasi oleh pemerintah seperti percepatan revisi Undang-Undang Migas Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

”Para KKKS membutuhkan kepastian hukum untuk melakukan investasi di Indonesia. Saat ini semuanya serba tanggung sehingga mereka lebih berhati-hati dalam berinvestasi mengingat industri migas merupakan industri  yang padat modal dan penuh resiko,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.

Dia menambahkan bahwa akselerasi lain yang dibutuhkan yaitu metode enhanced oil recovery (EOR) yang lebih murah mengingat saat ini teknologi EOR biayanya cukup mahal. 

Menurutnya hal tersebut perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah, sehingga nantinya para KKKS yang mengembangkan EOR memiliki harga yang ekonomis dan dapat meningkatkan jumlah produksinya. Selain itu, juga dibutuhkan adanya percepatan persetujuan Plan Of Development (POD) oleh SKK Migas. 

”Pentingnya persetujuan POD bagi KKKS menjadi hal utama utama dan ini harus didukung oleh pemerintah dalam hal ini SKK Migas. Tanpa adanya persetujuan POD tersebut, maka KKKS tidak akan bisa bergerak lebih maju lagi sehingga produksi tidak bisa dilakukan” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini