Bisnis.com, JAKARTA – PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Asuransi Jasindo bersinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), serta industri asuransi kerugian umum, membentuk konsorsium dan menerbitkan Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU).
Hal itu melihat besarnya risiko terjadi kegagalan dalam berbudidaya udang. Betapa tidak, potensi tambak udang di Indonesia tergolong tinggi, mencapai 242.000 hektare, dimana 60% merupakan lahan dengan pengelolaan secara tradisional dan 40% pengelolaan secara intensif.
Direktur Pengembangan Bisnis Asuransi Jasindo Sahata L. Tobing mengatakan, dengan adanya AUBU, petambak udang tidak perlu lagi takut mengalami gagal panen.
“Pasalnya, lini usaha yang mereka jalani akan terlindungi ketika terjadi risiko kematian udang yang menyebabkan kegagalan panen. Manfaat utama lainnya adalah petambak bisa mendapat kepastian jaminan modal biaya produksi untuk budidaya selanjutnya,” katanya dalam siaran pers, Minggu (9/2/2020).
Menurutnya, asuransi udang ini juga menjadi amanat Undang-Undang No.7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
“Asuransi Jasindo ditunjuk sebagai Ketua Konsorsium mengingat pengalamannya dalam menjalankan asuransi program pemerintah,” lanjutnya.
Selain Asuransi Budidaya Udang, KKP bersama Asuransi Jasindo sebagai pemimpin konsorsium Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK) yang sudah diluncurkan dan masih merupakan program pemerintah dengan premi 100% ditanggung pemerintah.
Rate premi untuk AUBU ditetapkan 3% per siklus (4-5 bulan), sedangkan untuk APPIK, rate premi ditetapkan bervariasi sesuai dengan komoditas ikan yang diasuransikan. Biaya administrasi dikenakan hanya untuk polis dan bea meterai.
Dia menambahkan petambak udang akan mendapatkan perlindungan sesuai dengan biaya ongkos produksi atau modal yang diajukan menjadi nilai pertanggungan.
Untuk APPIK nilai pertanggungan telah ditetapkan per komoditas yakni, ikan patin Rp3 juta, nila payau Rp5 juta, nila tawar Rp 4,5 juta, bandeng Rp3 juta, polikultur Rp7,5 juta, udang Rp7,5 juta, dan lele Rp4,5 juta.
AUBU ditujukan untuk petambak semiintensif sampai dengan superintensif baik vaname maupun windu.
“Untuk petambak dengan teknologi sederhana bila ingin mengikuti asuransi AUBU, maka pendaftaran harus dikoordinir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah setempat,” ujarnya.
Alur pendaftaran dengan cara menyerahkan dokumen, mengisi formulir, survei mitigasi risiko, membayar premi asuransi, dan menerima polis asuransi.
Dokumen pendukung yang diperlukan untuk mendaftar berupa formulir pendaftaran, fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), dan sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
Sementara untuk klaim, pelaporan dan proses bisa diajukan dalam waktu 3x24 jam setelah musibah terjadi. Tertanggung wajib melaporkan kepada penanggung melalui sarana komunikasi tercepat, disertai foto-foto kerusakan.
Hasil survei klaim akan dituangkan dalam bentuk berita acara survei klaim yang ditandatangani tertanggung, petugas pendamping yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, serta petugas klaim asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel