Nasabah Butuh Biaya Transfer Murah, Kolaborasi Jasa Keuangan Mendesak

Bisnis.com,11 Feb 2020, 20:45 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Direktur Utama Artajasa Bayu Hanantasena (dari kiri) berbincang dengan CEO Citibank Batara Sianturi, Staf ahli Menteri Kominfo Henri Subiakto, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Fahmi Achmad berbincang di sela-sela seminar nasional bertema Peran Transaksi Elektronis Terhadap Perekonomian Indonesia di Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

 Bisnis.com, JAKARTA – Biaya transaksi dalam jaringan pada layanan perbankan dapat ditekan apabila terjadi kolaborasi antar industri pendukung.

CEO Citibank N.A. Indonesia Batara Sianturi mengatakan saat ini masyarakat memiliki tiga lajur penyedia jasa keuangan. Lajur ini yakni bank, dagang-el, atau teknologi finansial. Untuk itu guna memudahkan pelanggan, maka antar ketiga industri perlu berkolaborasi untuk meningkatkan produktivitas transaksi.

Kolaborasi diyakini juga mampu memangkas biaya transaksi. Saat ini sejumlah perbankan di Asia Tenggara telah menghilangkan biaya transaksi. Untuk Thailand misalnya, negara gajah putih itu menggratiskan biaya transfer untuk pengiriman dana 5.000 Thai Baht atau setara dengan di bawah Rp2 juta.

"Tetapi ya tidak mungkin gratis, karena ada [jasa yang] mesti dibayar. Kami harapkan going productivity [kerjasama lintas penyedia jasa itu] ini bisa naik sehingga biaya bisa ditekan," katanya, Selasa (11/2/2020).

Saat ini potensi kolaborasi sangat kuat. Indonesia memiliki 120 bank, 200 perusahaan dagang -el, dan 272 perusahaan teknologi finansial. Kolaborasi ini dapat menyatukan 270 juta rekening perbankan, 83 juta nasabah belum terpapar jasa perbankan dan 63 juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Jadi kalau supply side, tiga-tiganya harus bekerja sama, baru dari sini role switching company bisa melengkapi," katanya.

Batara menilai masing-masing fungsi penyedia maupun pengguna jasa keuangan harus diakomodasi. Adapun fungsi penyedia jasa seperti jasa belanja, menabung, investasi, peminjaman modal hingga asuransi harus dipenuhi oleh penyedia jasa. Di sisi lain, penyedia jasa juga melakukan fungsi pembayaran, pengumpulan dan distribusi dana.

"Kalau [tercipta] connectivity, kita [Citibank] senang sekali bergabung, waktu itu Citibank punya 1 juta nasabah kredit dan 10 kantor cabang di Indonesia, bayangkan 1 cabang didatangain berapa [nasabah], tidak sanggup [melayani 1 juta nasabah kredit]," katanya.

Untuk itu, switching company antar tiga jasa layanan keuangan ini tidak hanya mengumpulkan transaksi antar bank, tetapi juga menghubungkan ke dompet digital maupun perusahaan dagan-el. Switching company dinilai harus dihadirkan untuk mengkoneksi setiap transaksi masyarakat.

"Yang kita inginkan, internal switching, misalnya di ASEAN, bisa difasilitas lebih cepat lagi, dari CIMB Kuala lumpur mau bayar rekening Citibank Indonesia, bisa real time," katanya.

Setelah konektivitas tersebut terwujud, pekerjaan rumah selanjutanya adalah menjadikan aktivitas tersebut semakin murah. Indonesia dinilai memasih memiliki biaya transaksi yang mahal.

"Terakhir, bagaimana all payment at some point bisa sangat murah, saat ini biaya masih mahal. Kita ingin cost harus turun signifikan," katanya.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga memandang perlu adanya kolaborasi antar penyedia jasa keuangan.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn menilai kolaborasi antar bank, fintech, dan dagang-el akan menambah volume bisnis dan memberi alternatif pilihan di pasar yang relevan bagi kebutuhan masyarakat.

"BCA akan mengikuti kebutuhan dan kondisi pasar terkini sehingga bisnis perusahaan bisa berjalan optimal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini