Pasar Global Minta Kayu Legal, RI Berpeluang Pacu Ekspor

Bisnis.com,11 Feb 2020, 17:45 WIB
Penulis: Thomas Mola
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Kinerja ekspor produk kayu legal asal Indonesia berpotensi meningkat sejalang dengan tren pasar global yang meminta kayu legal. Hingga sejauh ini ekspor kayu legal Indonesia terus tumbuh dengan pasar terbesar ialah China, Jepang, Amerika Serikat hingga Uni Eropa.

Tri Nugroho, Direktur The Multistakeholder Forestry Programme Phase 4 (MFP4 Team Leader) mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara yang dapat menerbitkan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) yang memudahkan produk kayu Indonesia masuk ke negara Uni Eropa.

"China sebagai salah satu pengimpor terbesar kayu Indonesia juga akan menerapkan aturan kehutanan baru yang memasukan larangan untuk membeli, memproses, dan mengakut kayu dari sumber ilegal," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Data MFP4 mencatat pada 2018, China meyumbang 28% dari total ekspor produk kayu Indonesia. Setelah China terdapat Jepang (12%), Amerika Serikat (11%), Korea Selatan (6%), Malaysia (3%), Australia (3%), Vietnam (3%) dan Uni Eropa (9%).

Dengan kata lain, terdapat 75% pasar produk kayu Indonesia yang menginginkan produk kayu legal. Negara lainnya, juga mengarah pada tren meminta kayu legal. Saat ini Indonesia mengekspor kayu olahan hingga furnitur.

Khusus untuk Uni Eropa pada 2018, MFP4 mencatat ekspor kayu olahan berlinsensi FLEGT sebanyak 674.642 ton atau setara dengan nilai EUR983 juta.

Tri berpendapat Indonesia harusnya mampu meningkatkan ekspor khususnya furnitur. Pasalnya, saat ini espor furnitur nasional masih kalah dari Vietnam, sementara Indonesia memiliki pasokan bahan baku dan legalistas kayu yang diterima di pasar global.

Di dalam negeri Indonesia telah memiliki sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang merupakan sistem yang memastikan keberlanjutan hutan Indonesia melalui skema pedagangan kayu legal.

"Tantangannya kayu masih dilihat sebagai material pendukung. Selain itu desainernya kurang kontrol kualitas juga kurang, penggunaan teknologi dan sumber daya manusia," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini