Bisnis.com, JAKARTA - Biaya operasional perbankan di Indonesia mau tidak mau bakal meningkat sebagai kompensasi untuk menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dari nasabah melalui sejumlah promo atau hadiah yang menarik.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan perbankan di Indonesia masih mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan DPK karena kondisi likuiditas yang ketat. Misalnya, bank masih harus mengeluarkan banyak hadiah maupun promo untuk mendapatkan DPK.
"Biaya promo kan masuk biaya operasional, jadi berpengaruh terhadap BOPO [biaya operasional pendapatan operasional], berpengaruh terhadap efisiensi. Bank-bank di luar negeri tidak pernah kasih hadiah untuk orang nabung," katanya kepada Bisnis.com, Minggu (16/2/2020).
Meskipun terjadi penurunan suku bunga, tidak otomatis menurunkan biaya operasional. Pasalnya, tidak seperti dalam teori, turunnya suku bunga tidak diikuti oleh longgarnya likuiditas.
Di sisi lain segmentasi perbankan juga menyebabkan adanya persaingan. Sementara itu, bank besar dengan semua kemudahannya tidak terdorong untuk meningkatkan efisiensi.
Menurutnya, walaupun rasio BOPO bank di Indonesia tinggi, tetap menarik investor karena pengembalian investasi yang tinggi. Kondisi tersebut yang akhirnya membuat perbankan di Indonesia meskipun memiliki rasio efisiensi yang tinggi tetapi dapat mencetak pertumbuhan laba.
"Karena sistem perbankan kita memang menawarkan keuntungan yang tinggi dengan spread yang besar, itu sebabnya asing tertarik masuk ke industri perbankan kita," katanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio BOPO perbankan umum konvensional di Indonesia mengalami peningkatan tipis dari 78,03 persen pada November 2018 menjadi 79,67 persen pada November 2019. Pada November 2019, pengeluaran biaya operasional perbankan di Indonesia mencapai Rp684,713 triliun, sedangkan pendapatan operasional mencapai Rp859,398 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel