Peritel Dinilai Sulit Cari Substitusi Buah Impor

Bisnis.com,17 Feb 2020, 21:03 WIB
Penulis: Dewi Aminatuz Zuhriyah
Seorang pelanggan menggunakan Go-Pay untuk berbelanja buah di Pasar Modern Town Market, Kota Tangerang pada Kamis (4/4/2019)./Bisnis-Leo Dwi Jatmiko

Bisnis.com, JAKARTA— Para pelaku usaha ritel modern diperkirakan tidak akan mudah melakukan substitusi untuk mencukupi kebutuhan pasokan buah-buahannya dari buah impor ke buah lokal.  

Seperti diketahui, beberapa pelaku usaha ritel modern tengah kesulitan untuk mendapatkan buah impor. Hal itu terjadi lantaran importir buah di Indonesia yang masih banyak yang kesulitan mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Alhasil, sejumlah peritel modern memilih mengganti pasokan buah impor di gerai-gerainya menggunakan buah lokal.

Kendati demikian, Ekonom Indef Enny Sri Hartati menilai rencana mengganti pasokan buah impor dengan buah lokal tidak serta merta bisa dilakukan oleh para pengusaha ritel. Pasalnya, rantai pasokan buah lokal tidak seefektif buah impor.

Dia menjelaskan selama ini rantai pasok jalur perdagangan yang lebih didominasi dari impor membuat biaya logistik pengiriman atau distribusi buah lokal misalnya seperti dari Medan ke Jakarta cenderung lebih mahal dibandingkan dari China atau Australia ke Jakarta.

“Mereka kan dalam jumlah kontainer sehingga selama ini rantai pasokan dari pedagang-pedagang besar itu buah-buahan itu dari impor karena akhirnya lebih murah,” kata Enny, Senin (17/2/2020).

Kedua, para pedagang pengepul buah-buahan lokal juga selama ini tidak memiliki jaringan yang luas atau secara nasional. Akibatnya, produksi buah lokal hanya bisa disalurkan pada kota-kota tertentu.

“Pedagang pengepul buah-buah lokal ini kan jaringannya gak selamanya punya networking nasional. Jadi hanya tertentu, seperti jeruk, salak, dan durian itu dari Banyuwangi, Bali hanya mengalir ke Jawa Timur, Jawa Tengah. Hanya buah-buah tertentu dan kota-kota tertentu.”

Sebab itu, Enny menuturkan pemerintah perlu memberikan fasilitas seperti fasilitas biaya logistik hingga tempat penyimpanan. Dia mencontohkan seperti di pasar Induk Kramat Jati yang menjadi pusat grosir. Selama ini, mereka hanya terkoneksi dengan importir.

“Begitu stok kosong mereka ngontaknya ke importir sementara sekarang importir tidak ada stok. Nah shifting atau peralihan itu yang harus di fasilitasi menurut saya. Misalnya mereka membawa buah dari Banyuwangi ke Jakarta biayanya lebih mahal karena lewat jalur darat, belum lagi ada biaya punglinya baik dari yang berseragam ataupun tidak. Sampai disini harganya gak kompetitif, nah itu yang perlu difasilitasi.”

Belum lagi, imbuhnya, soal data produksi buah nasional yang tidak update sehingga ketika peritel modern kehabisan stok, tidak bisa langsung otomatis menggantikan dengan buah lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini