ADPLK : Perlu Tata Ulang Dana Pensiun Melalui RUU Cipta Kerja

Bisnis.com,18 Feb 2020, 19:46 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Dana pensiun/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Industri dana pensiun lembaga keuangan (DPLK)akan menghadapi dua tantangan besar jika Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan pemerintah disetujui DPR.

Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK Syarif Yunus menjelaskan bahwa tantangan pertama yang akan dihadapi industri adalah mengenai konektivitas rancangan undang-undang (RUU) tersebut dengan program yang dijalankan oleh industri.

RUU tersebut memuat sejumlah perubahan bagi kompensasi ketenagakerjaan. Syarif menilai pemerintah harus memasukan dana pensiun menjadi salah satu aspek utama imbal hasil ketenagakerjaan dalam peyusunan UU tersebut.

Syarif mencontohkan, saat ini terdapat kewajiban pengusaha untuk membentuk pencadangan dana pensiun pekerja melalui program Jaminan Hari Tua (JHT) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Selain itu, terdapat opsi pencadangan sukarela melalui DPLK.

Menurut Syarif, omnibus law RUU Cipta Kerja perlu mengatur semua program pensiun termasuk yang dijalankan DPLK dapat dikompensasikan sebagai kewajiban atau offset dengan semua program pengakhiran masa kerja yang sekarang khusus dijalankan oleh BP Jamsostek.

"Misalnya pemberi kerja harus membayar Rp300 juta [ketika pensiun], di BP Jamsostek [iuran terkumpul] ada Rp50 juta, di DPLK ada Rp100 juta, kan sudah terkumpul Rp150 juta, berarti pemberi kerja tinggal menambahkan sisanya. Poin konektivitas pendanaan itu menjadi penting," ujar Syarif kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).

Hal itu pun menjadi krusial karena program JHT BP Jamsostek baru dapat memenuhi kebutuhan dasar pekerja pada masa tuanya. Menurut Syarif, imbal hasil JHT dari BP Jamsostek baru mencakup 14 persen penghasilan pekerja semasa produktif. Sementara kebutuhan pensiun idealnya berkisar 70 persen sampai 80 persenpendapatan terakhir semasa kerja.

"Bahkan kalau perusahaan mau mencadangkan [sendiri di luar BP Jamsostek] uang 7 persen sampai 8 persen per bulan untuk setiap karyawan, itu baru berkontribusi setara 16 persen penghasilan, jadi total [dengan BP Jamsostek] sekitar 30 persen, untuk sampai ke 70 persen  sampai 80 persen masih kurang. Dibutuhkan pencadangan dana lewat DPLK,"  katanya.

Tantangan kedua, terdapat gambaran mengenai bagaimana aturan turunan dalam belied itu diundangkan. Pemerintah memiliki ruang untuk mengembangkan industri DPLK melalui aturan turunan tersebut, misalnya melalui Peraturan Pemerintah.

"Saya kira pemerintah perlu melibatkan partisipasi publik, seperti asosiasi DPLK. Misalnya untuk menjadikan ada koneksi antara dana pensiun baik DPLK maupun Dana Pensiun Pemberi Kerja [DPPK], sebagai bagian di dalam konteks omnibus law tentang Cipta Kerja," ujar Syarif.

Dia mengharapkan penyusunan beleid itu tersebut didasarkan pada itikad baik. Aturan ini untuk mengundang investasi, menyediakan lapangan pekerjaan, dan menyejahterakan pekerja. Oleh karena itu, rancangan aturan tersebut harus turut mendukung jaminan dana pensiun pekerja.

Saat ini industri dana pensiun masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya mempersiapkan masa pensiun. Menurut Syarif, kondisi tersebut bisa menjadi lebih menantang jika berlakunya RUU Cilaka tidak menunjang industri DPLK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini