Bank Besar Penuhi Rasio Ketahanan Terhadap Krisis

Bisnis.com,18 Feb 2020, 12:38 WIB
Penulis: M. Richard & Ni Putu Eka Wiratmini
Nasabah melakukan transaksi perbankan di galeri Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Senin (3/9/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank besar saat ini telah mampu memenuhi rasio kecukupan likuiditas minimum. Di sisi lain, kemampuan bank kecil harus didukung agar kuat menghadapi krisis.

Liquidity coverage ratio (LCR) merupakan perhitungan risiko likuiditas baru yang berasal dari kerangka Basel III. Rasio ini dimaksudkan untuk mendorong ketahanan jangka pendek berdasarkan profil risiko likuiditas dengan memastikan bahwa bank memiliki kecukupan high quality liquid asset (HQLA) untuk dapat bertahan dalam skenario kondisi krisis yang signifikan dalam periode 30 hari kalender.

Aturan ini dituangkan dalam Peraturan OJK No. 42/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas Bagi Bank Umum. Menurut beleid ini, bank diwajibkan memenuhi minimal LCR sebesar 100 persen secara berkelanjutan. Pemenuhan ketentuan LCR tersebut diimplementasikan secara bertahap mulai sejak 2016 hingga akhir 2018.

POJK ini mewajibkan bank umum kegiatan usaha (BUKU) III dan IV serta kantor cabang bank asing dan bank asing selain kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri untuk memenuhi standar LCR 100 persen tersebut.

BankLCR 2019
BRI299,98%
Bank Mandiri184,1%
BTN136,31%

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masuk dalam bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV, memiliki rasio kecukupan likuiditas sebesar 299,98 persen selama 2019 atau naik 28,69 persen dari realisasi tahun lalu. Adapun rasio kecukupan likuiditas atau LCR perseroan pada 2018 adalah sebesar 201,29 persen.

Corporate Secretary Bank BRI Amam Sukriyanto mengatakan tren kenaikan LCR perseroan disumbang oleh pertumbuhan aset likuiditas tinggi atau  HQLA yang ditempatkan pada Bank Indonesia, kas, maupun surat berharga. Ke depan BRI akan menjaga rasio likuiditas memenuhi nilai minimum sesuai aturan OJK yang sebesar 100 persen.

Menurutnya, peningkatan LCR menunjukkan semakin baiknya kondisi ketahanan likuiditas BRI dan jauh di atas ketentuan regulator yang sebesar 100 persen.

"Rasio likuiditas LCR tentu dijaga di level aman yaitu minimal 100 persen. Dengan tingginya rasio LCR menandakan ketahanan likuditas yang baik," katanya kepada Bisnis, Senin (17/2/2020).

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mencatatkan LCR dari 170,6 persen pada 2018 menjadi 184,1 persen pada tahun lalu. Hanya saja, rasio pendanaan stabil atau net stable funding ratio (NSFR) turun tipis dari 116,9 persen menjadi 116,6 persen pada 2019.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan penurunan tipis NSFR pada kuartal IV/2019 dipengaruhi oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dengan tenor di bawah satu tahun yang memiliki bobot kestabilan relatif rendah. Sebaliknya, mayoritas pertumbuhan kredit berasal dari tenor di atas 1 tahun, yang dalam perhitungan NSFR memiliki bobot kestabilan lebih besar.

Perlu dicatat, pada Desember 2019, pertumbuhan DPK secara yoy lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit secara tahunan. Pertumbuhan DPK Bank Mandiri yakni 11 persen pada 2019 sedangkan kredit tumbuh 10,7 persen.

Menurutnya, kondisi tersebut berdampak pada rasio NSFR yang turun tipis pada Desember 2019. Namun, meskipun terjadi penurunan, secara LCR masih jauh di atas persyaratan minimum OJK yang sebesar 100 persen.

"Pergerakan LCR dan NSFR tidak selalu sebanding karena adanya perbedaan periode waktu. LCR untuk jangka pendek sampai dengan 1 bulan, sedangkan NSFR jangka waktu sampai dengan 1 tahun," katanya.

Sementara itu, soal peningkatan LCR, Bank Mandiri menilai hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya aset berupa surat berharga yang dikategorikan likuid. Penempatan dana pada surat berharga likuid dilakukan dalam rangka mendapatkan return yang optimal atas ekses likuiditas yang belum tersalurkan ke kredit.

Apalagi pemberian kredit membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Penempatan dana pada aset surat berharga juga dilakukan untuk mengurangi risiko likuditas atas penghimpunan dana terutama yang berjangka pendek.

"Pada 2020 rasio likuiditas tetap akan dijaga pada tingkat yang optimal untuk mendukung pertumbuhan bisnis kredit dengan mempertimbangkan ketersediaan likuditas pasar dan keseimbangan antara sumber dana dan penggunaannya," katanya.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Pahala N. Mansury menjelaskan perseroan memiliki posisi LCR di 136,31 persen, yang artinya sangat likuid untuk memenuhi setiap permintaan likuiditas jangka pendek.

Bahkan, dengan posisi perseroan justru berencana untuk melakukan reposisi agar likuiditas lebih dapat dimanfaatkan lebih baik.

"LCR kami sangat baik. Kami justru tengah berencana untuk reposisi agar likuiditas kami lebih optimal," katanya.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan bank-bank BUKU IV dan III sudah pasti mampu memenuhi ketentuan LCR. Semakin besar angka LCR menandakan bank memiliki ketahanan yang tinggi dalam menghadapi kondisi krisis.

Menurutnya, yang menjadi persoalan justru meningkatkan LCR pada bank-bank kecil.

"Bank-bank perlu terus didorong untuk meningkatkan radio LCR, terutama dengan meningkatkan aset likuidnya yang tergolong sebagai high quality asset," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini