Fintech Dibatasi, OJK Setop Pendaftaran Baru

Bisnis.com,24 Feb 2020, 14:42 WIB
Penulis: Hendri Tri Widi Asworo
Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi (tengah) bersama Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno (kanan), dan Sekretaris Jenderal APPI Sigit Sembodo (tengah), menjawab pertanyaan wartawan, usai peresmian sistem registrasi aset pembiayaan industri di Indonesia, di Jakarta, Jumat (25/1/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan memutuskan menghentikan sementara pemberian slot pendaftaran perusahaan teknologi finansial atau lebih dikenal dengan financial technology (fintech) guna meningkatkan pengawasan pada industri tersebut.

Namun, otoritas tetap memproses perusahaan fintech yang telah terdaftar guna mendapatkan izin resmi operasional.  Saat ini ada 164 perusahaan fintech yang telah mendaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  

Riswinandi, Kepala Eksekutif Bidang Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dan Anggota Dewan Komisioner OJK menuturkan saat ini perusahaan fintech yang mengajukan pendaftaran terus bertambah. Namun, dibutuhkan infrastruktur terpusat terlebih dahulu sebelum bisnis ini berkembang lebih jauh.

Fintech beroperasi itu ada 164 perusahaan. Jumlah itu melebihi asuransi 148 perusahaan. Itu meng-cover seluruh Indonesia. Tapi musti disadari dibutuhkan infrastruktur yang cukup untuk mengawasi [fintech],” kata Riswinandi, Senin (24/2/2020).

Dari jumlah tersebut, menurutnya, sebanyak 25 perusahaan mendapatkan izin resmi, sedangkan sisanya masih dalam proses peninjauan dari otoritas. Proses perizinan perusahaan fintech dilakukan secara berjenjang. Pertama, perusahaan mendaftarkan sebagai fintech. Kedua, OJK melakukan peninjauan dan kemudian baru memberikan izin.    

Riswinandi menilai, penghentian sementara ini untuk mengantisipasi masalah yang muncul. Pasalnya, saat ini OJK menerima lebih dari 20 pengaduan setiap harinya mengenai fintech.

Dia menyampaikan bahwa soal penilaian kualitas kredit menjadi masalah industri tersebut. Dia mencontohkan, terdapat debitur yang pinjamannya hanya Rp1 juta, tetapi harus melakukan restrukturisasi kredit. Debitur yang bersangkutan memiliki sejumlah kredit di lembaga fintech lainnya.

"Ini penilaian nasabah masih jadi masalah. Antara fintech tidak ada komunikasinya. Nah, ini kan sudah dibangun fintech data center, seperti SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan]. Jadi nanti antar perusahaan fintech bisa melihat track record calon nasabahnya," kata Riswinandi.   

Sementara itu, penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan fintech peer to peer lending sejak berdiri mencapai Rp81,5 triliun. Adapun, utstanding sampai dengan akhir 2019 mencapai Rp13,16 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini