OJK Setop Pendaftaran Baru Fintech, Permasalahkan Kualitas Pembiayaan

Bisnis.com,24 Feb 2020, 14:54 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi memberikan penjelasan saat wawancara dengan tim Harian Bisnis Indonesia di Jakarta, Senin (12/11/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyatakan akan menutup pendaftaran baru bagi perusahaan teknologi finansial  peer-to-peer atau tekfin P2P lending untuk memastikan peningkatan kualitas industri. 

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menjelaskan saat ini terdapat 164 perusahaan tekfin yang telah terdaftar di otoritas. Sebanyak 25 perusahaan di antaranya telah mengantongi izin.

Riswinandi menjelaskan pembatasan tekfin P2P lending yang beroperasi hanya sebanyak 164 entitas perusahaan guna memastikan kualitas. Apalagi perusahaan yang ada tidak dibatasi wilayah operasional sehingga mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Pembatasan pemberian izin pun turut dilakukan oleh otoritas, meskipun industri tekfin P2P lending terus mencatatkan pertumbuhan yang moncer. OJK mencatat bahwa hingga Desember 2019, pinjaman yang disalurkan industri tekfin sejak awal telah mencapai Rp81,5 triliun, dengan outstanding sepanjang 2019 mencapai Rp13,16 triliun.

"Sementara itu kami hold, baru kami awasi, karena saat ini hanya 25 yang terdaftar. Jangan dinilai menghambat berusaha, ini temporary," ujar Riswinandi pada Senin (24/2/2020) di Kantor OJK, Jakarta.

Menurutnya, otoritas dan pemerintah harus menyadari bahwa perlu terdapat infrastruktur yang mumpuni untuk mengawasi industri yang berbasis pada teknologi tersebut. Oleh karena itu, OJK bersama pelaku industri kini mengembangkan Fintech Data Center.

Langkah tersebut menjadi penting karena terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi otoritas dan pelaku industri, mulai dari penyalahgunaan data oleh oknum tertentu, hingga masih menjamurnya entitas-entitas tekfin P2P lending ilegal yang meresahkan.

"Isunya memang investasi dilakukan P2P belum daftar, banyak penyalahgunaan data. Ini bagian dari sosialisasi yang terus dilakukan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini