Makro Ekonomi Topang Pasar Obligasi Indonesia

Bisnis.com,24 Feb 2020, 07:28 WIB
Penulis: Dhiany Nadya Utami
ILUSTRASI OBLIGASI. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA—Kendati risiko obligasi Indonesia dinilai cukup tinggi, perkembangan makro ekonomi domestik yang stabil dianggap dapat jadi penopang pasar surat utang agar tetap menarik di mata investor.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan sepanjang tahun berjalan pergeseran investor yang melepas saham dan beralih ke surat utang terhitung tinggi.

Ini mengakibatkan harga obligasi terus naik dan menekan yield. Terbukti, berdasarkan data Asian Bonds Online per Jumat (21/2/2020), imbal hasil obligasi Indonesia menjadi yang paling besar di antara negara Asia, mencapai level 6,52 persen.

Di peringkat selanjutnya, yield obligasi Filipina sebesar 4,38 persen, Malaysia 2,94 persene, China 2,88 persen, Vietnam 2,88 persen, Singapura 1,66 persen, Korea Selatan 1,53 persen, dan Hong Kong 1,34 persen.

“Saya rasa dibilang seksi ya cukup seksi, apalagi dibandingkan dengan regional. Tapi secara risiko cukup tinggi juga,” katanya pada Bisnis.com, Minggu (23/2/2020).

Meskipun demikian, tambah Ramdhan, risiko yang ada dapat diimbangi dengan data makro ekonomi Indonesia yang cenderung stabil. Misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih bertahan di kisaran 5 persen dan inflasi yang masih sesuai target pemerintah.

Apalagi Bank Indonesia baru-baru ini menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen dari sebelumnya 5 persen. Ini dianggap sebagai penopang lain untuk pasar obligasi.

Ramdhan memprediksi yield surat utang tenor 10 tahun masih akan bertahan sekitar 6,5 persen, walaupun ada potensi penguatan menuju level 6,2 persen hingga 6,3 persen.

Hal lain yang mesti diwaspadai, tambahnya, adalah kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia, terkait dengan kasus-kasus yang menyeret institusi pasar modal belakangan ini.

Baca juga
SR012 Bakal Diburu

Meski tak berhubungan langsung dengan pasar obligasi, Ramdhan menilai kisruh yang ditimbulkan memberi dampak pada pasar keuangan secara umum. Dia berharap kasus-kasus tersebut segera selesai agar investor tak lagi waswas.

“Industri keuangan ini kan bisnis trust, trust itu yang harus dijaga. Meski selama ini track record kita cukup baik, terutama di SBN. Likuiditas juga terjaga dan belum pernah ada kasus [gagal bayar] seperti Yunani kemarin,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini