Tunjangan Pengangguran, BP Jamsostek Pertanyakan Sumber Dana

Bisnis.com,04 Mar 2020, 15:10 WIB
Penulis: Dewi Aminatuz Zuhriyah
Petugas BPJS Ketenagakerjaan melayani warga di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Daerah Istimewa Yogyakarta, DI Yogyakarta, Kamis (22/6)./Antara-Andreas Fitri Atmoko

Bisnis.com, JAKARTA – Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah akan menambah manfaat bagi karyawan  melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau sekarang dikenal dengan BP Jamsostek. Manfaat tambahan ini yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) atau awalnya didengungkan dengan tunjangan penggangguran.

Dalam manfaat tambahan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai penanggung jawab rancangan undang-undang ini menyebutkan program baru ini tidak akan memberatkan dunia usaha. BP Jamsostek tidak akan menarik iuran baru dalam program tambahan ini.

Namun, konsep ini ditampik oleh BP Jamsostek. Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJamsostek Sumarjono menjelaskan pihaknya mengusulkan manfaat baru bagi peserta itu tetap harus disertai penambahan iuran dari perusahaan dan pekerja.

“Kalau gak membayar [iuran], [maka membayar] manfaatnya pakai apa? Iuran itu dari mana [pekerja, pengusaha gabungan keduanya atau pemerintah] itu yang masih di diskusikan,”kata Sumarjono, Rabu (4/3/2020)

Menurutnya, jika JKP menjadi beban pemerintah, itu akan memberatkan kondisi fiskal. Sehingga ada kekhawatiran program JKP tidak bisa bertahan lama.

“Memang harus ada iuran supaya ini sustain. Kalau di Malaysia, skemanya bisa dapat JKP kalau sudah jadi peserta 1 tahun. Tujuan 1 tahun agar tetap collect iuran tapi manfaat dibayar oleh pemerintah supaya dana yang terkumpul lebih banyak.  Jadi tahun pertama dibayar pemerintah dulu, tahun kemudian baru [dibayar dari] iuran.”

Menurutnya, JKP itu nantinya dirancang dalam 3 komponen manfaat yang diberikan kepada pekerja. Pertama, berupa pemberian cash benefit atau ramai disebut gaji untuk pengangguran.

“Masyarakat yang kehilangan pekerjaan di waktu tertentu misalnya, 6 bulan akan diberikan penggantian upah supaya dia tetap bisa hidup bisa nyicil [urang]. Cash benefit yang diterima biasanya akan terus turun. Kalau di Malaysia tadi [awalnya] 80 persen, 50 persen, terus turun 40 persen, 30 persen, 20 persen dari upah yang diterima,” kata Sumarjono.

Dalam hal ini dia mengatakan cash benefit yang diberikan dalam kurun 6 bulan dengan jumlah yang terus menurun setiap bulannya ini dimaksudkan agar orang yang terPHK bisa segera mencari kerja.

“Kalau jumlahnya besar, mereka nanti gak mau cari kerja. Kalau dapat kerjanya lebih cepat itu akan ada bonus lah, prosentasi tertentu akan diberikan pada mereka.”

Kedua, Sumarjono mengatakan, nantinya negara akan memberikan vocational training yang akan dibiayai beserta dengan ongkos transportasi.

“Kemudian yang ketiga ada job placement. Seperti di Jepang ada Helloworks, ada aplikasi atau sarana dimana pekerja yang ter-PHK bisa mencari kerja. Itu yang mematch kan orang yang ter-PHK dengan perusahaan.”

Dia mengatakan saat ini  peran BPJamsostek lebih kepada memberi masukan kepada pemerintah.

Dalam hal hak pesangon yang dikhawatirkan akan hilang setelah adanya JKP, Sumarjono mengatakan berkaca pada Korea Selatan, mereka secara bertahap mengurangi besaran pesangon.

“Target Korsel itu nantinya gak ada pesangon. Tetapi kalau di Malaysia atau di kita gak akan seradikal itu. Saya yakin negara masih mempertimbangkan.”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini