Kinerja Industri Logam Semakin Solid

Bisnis.com,05 Mar 2020, 18:45 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Dirjen Ilmate Kemenperin Harjanto, Ketua APLINDO Achmad Safiun dalam jumpa media pameran IMT Indonesia di Kementerian Perindustrian, Kamis (5/3/2020)/ Bisnis - Ipak Ayu

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja industri logam diproyeksi akan menguat dengan adanya dukungan kebijakan pengendalian importasi produk logam dan penurunan biaya energi.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kementerian perindustrian Harjanto mengatakan saat ini utilisasi pabrik logam bukan besi atau non ferro sudah mendakati 90 persen, sementara logam besi atau ferro masih disekitar 50 persen.

Harjanto pun menekankan persoalan produk dalam negeri ada pada daya saing. Artinya, secara nasional dapat memproduksi tetapi tidak memiliki nilai tawar untuk dijual.

"Jadi kemampuan teknologi kita yang kurang di sini, misal dalam baja yang akseseble hanya 30 persen, non akses atau tidak dipenuhi dalam negeri 30 persen dan yang mampu dipenuhi dalam negeri hanya 40 persen. Makanya kami lakukan perbaikan secara hulu dan hilir," katanya, Kamis (5/3/2020).

Perbaikan atmosfer bisnis hulu dan hilir logam diarahkan untuk memaksimalkan pasokan dan permintaan. Untuk itu, dalam kebijakan importasi ada empat hal yang akan diperhatikan.

Pertama, komponen impor yang dipersilahkan adalah komponen yang benar-benar tidak ada dan tidak dapat diproduksi dalam negeri. Kedua, barang impor memiliki nilai layak untuk produksi sebuah pabrikan dengan persetujuan tim khusus.

Ketiga, transparansi kegiatan impor. Keempat, tidak ada upaya melakukan pelarian tarif dengan mengajukan permintaan komponen impor yang tidak sesuai.

"Dengan begitu kami ingin utilisasi pabrikan logam akan lebih maksimal ke depan, meski perlu waktu untuk meningkatkan dari yang masih 50 persenan ini," ujarnya.

Adapun dari sisi penggunaan energi, pemerintah juga memproyeksi ke depan akan semakin bertambah dengan adanya produksi skrab dalam negeri. Pasalnya, saat ini konsumsi listrik baja dalam negeri masih 900-1.200 kwh atau tidak seefisien negara lain yang sudah 450 kwh.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan untuk sektor ilmate sepanjang 2020 sebesar 4,7 persen dengan nilai ekspor diproyeksi menembus US$38,7 miliar.

Harjanto mengatakan membangun optimisme dan peluang di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, tentu harus terus digaungkan dalam upaya pengembangan daya saing industri nasional

Dia menegaskan, pemerintah masih memiliki pekerjaan besar untuk melaksanakan pembangunan industri nasional, dengan sasaran utamanya meningkatkan peran sektor ilmate.

“Kami juga menargetkan tahun ini jumlah tenaga kerja di sektor industri ilmate lebih dari 2,2 juta orang seiring dengan peningkatan investasi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: David Eka Issetiabudi
Terkini