Bisnis.com, JAKARTA — Perbaikan portofolio bisnis juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi turunnya perolehan premi reasuransi dari lini bisnis penjaminan pada 2019.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), premi dicatat reasuransi lini bisnis penjaminan pada 2019 mencapai Rp70,64 miliar. Jumlah tersebut menurun 41,2 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan premi 2018 senilai Rp120,13 miliar.
Perolehan premi lini tersebut hampir menyamai catatan premi reasuransi lini penjaminan pada 2017 senilai Rp35,76 miliar. Perolehan premi lini tersebut sempat menanjak pada 2018 tetapi kembali menurun pada tahun lalu.
Kepala Divisi IT & Perencanaan Strategi PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) Jesa Ariawan menjelaskan bahwa penurunan premi dari lini bisnis penjaminan tidak lepas dari kondisi bisnis reasuransi yang memiliki margin rendah.
Industri pun melakukan cara selektif, yakni dengan perbaikan portofolio untuk mengoptimalkan pendapatan bisnis. Dalam kondisi bisnis yang sedang melandai, perusahaan reasuransi akan fokus menggarap produk-produk atau lini bisnis yang memiliki loss ratio kecil.
"Penjaminan termasuk jenis produk yang masih memberikan loss ratio cukup besar, sehingga untuk menghasilkan hasil underwriting yang baik, maka diperlukan perbaikan portofolio, salah satunya dengan seleksi portofolio, sehingga pendapatan reasuransi dari penjaminan menurun jauh," ujar Jesa kepada Bisnis, Jumat (6/3/2020).
Sejalan dengan kinerja premi, klaim reasuransi yang dibayarkan untuk lini penjaminan pun menurun hingga 73,9 persen yoy pada 2019 senilai Rp13,19 miliar, dari 2018 senilai Rp50,55 miliar. Klaim yang dibayarkan pada tahun lalu tercatat lebih rendah dibandingkan dengan 2017 senilai Rp19,22 miliar.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. Roby Loho menilai bahwa penurunan pendapatan reasuransi dari lini penjaminan berkaitan pula dengan semakin tingginya retensi dari perusahaan-perusahaan asuransi dan penjaminan.
Retensi merupakan jumlah risiko tertentu yang ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi dan penjaminan atau tidak dilimpahkan kepada perusahaan reasuransi. Setiap perusahaan dapat menentukan retensinya masing-masing dengan mengacu kepada batasan maksimal yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Surat Edaran OJK Nomor 31/2015.
"[Penurunan pendapatan lini penjaminan] berkaitan dengan retensi asuransi yang semakin tinggi atau nilai penjaminan masuk di kapasitas. Untuk loss ratio sebenarnya stabil, tetapi yang tercatat di statistik adalah loss paid," ujar Roby kepada Bisnis, Jumat (6/3/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel